PROPOSAL PENELITIAN GAMBARAN KEJADIAN POST OP SECTIO SECAREA ATAS INDIKASI GAWAT JANIN



GAMBARAN KEJADIAN POST OP SECTIO SECAREA ATAS INDIKASI  GAWAT JANIN  DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LAMADDUKELLENG SENGKANG
KABUPATEN WAJO

A.    Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi semua orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Indikator derajat kesehatan dapat dinilai dari Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu (AKI), Umur Harapan Hidup dan Angka Kematian Balita. (Depkes RI, 2011). Kematian maternal saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan reproduksi yang sangat penting. Kematian seorang wanita saat melahirkan sangat mempengaruhi kelangsungan hidup bayinya, karena bayi yang bersangkutan akan mengalami nasib yang sama. (L. Ratna Budiarso et el, 2010). Kematian bayi adalah kematian yang terjadi saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun.
Menurut laporan WHO tahun 2010 angka kematian ibu di Amerika Serikat yaitu per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu di Filiphina 94 per 100.000 kelahiran hidup, Vietnam 56 per 100.000 kelahiran hidup, dan Malaysia 31 per 100.000 kelahiran hidup. Laporan WHO tahun 2012 melaporkan penyebab kematian ibu di dunia desebabkan oleh hipertensi kehamilan 25 %, perdarahan 20%, aborsi 12%, dan infeksi 7%, penyebab langsung lainnya sebesar 8 %, serta penyebab tidak langsung sebesar 9%.
Angka kematian maternal dan angka kematian perinatal di Indonesia, dewasa ini masih tinggi. Menurut data SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) tahun 2011, 90 % penyebab kematian ibu karena adanya komplikasi dan 28 % diantaranya terjadi perdarahan di masa kehamilan dan persalinan (Resty K. 2010). Data Dari SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2012 hasil perhitungan Angka Kematian Bayi (AKB) adalah 52 per 1000 kelahiran. Apabila dibandingkan dengan Negara - negara ASEAN dan Negara - negara maju , maka angka kematian maternal di Indonesia sekitar   3-6 kali Angka Kematian Ibu (AKI) negara ASEAN dan lebih dari 50 kali Angka Kematian Ibu (AKI) Negara maju.
Melihat dari penyebab kematian maternal yang paling mendominasi adalah karena adanya komplikasi , maka persalinan yang kemudian banyak terjadi untuk menekan angka kematian maternal dan perinatal tersebut adalah dengan Seksio Sesaria. Perlu diingat bahwa seksio sesaria dilakukan baik untuk kepentingan ibu maupun kepentingan anak, oleh sebab itu seksio sesaria tidak dilakukan kecuali dalam keadaan terpaksa, apabila janin sudah meninggal dalam uterus, atau terlalu kecil untuk hidup diluar kandungan atau apabila janin terbukti menderita cacat hidrocefalus. (Sarwono Prawirahardjo 2009, Hal.863).
Menurut data yang diperoleh penulis dari RSUD Lamaddukelleng Sengkang pada bulan Januari - Desember 2013 tercatat 215 seksio sesaria (35,8 %) diantaranya 39 dengan indikasi gawat janin (18,6 %). Pada bulan Januari - Juli 2012 tercatat 175 seksio sesaria (43,8 %) di antaranya 37 dengan indikasi gawat janin (21,1 %).
Rawannya kesehatan ibu dan dampak yang sering diakibatkan dan tingginya angka mortalitas dan morbiditas serta neonatal maka perlu mendapat perhatian khusus, penanggulangan yang benar dan tepat terutama pada ibu yang gawat janin yang pengakhiran kehamilannya adalah dengan seksio sesaria.
Dengan adanya latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat kasus tersebut dalam bentuk karya tulis ilmiah yang berjudul “Gambaran Kejadian post op section atas indikasi gawat janin di RSUD Lamaddukelleng Sengkang”.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana gambaran Kejadian Post op sectio secarea atas indikasi gawat janin menurut umur di RSUD Lamaddukelleng Sengkang
2.      Bagaimana gambaran Kejadian Post op sectio secarea atas indikasi gawat janin menurut Paritas di RSUD Lamaddukelleng Sengkang
3.      Bagaimana gambaran Kejadian Post op sectio secarea atas indikasi gawat janin menurut Pendidikan di RSUD Lamaddukelleng Sengkang
C.    Tujuan Penelitian
1.      Tujuan Umum
Untuk memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan pada klien post op seksio sesaria atas indikasi gawat janin di ruang perawatan nifas RSUD Lamaddukelleng Sengkang dengan pendekatan proses keperawatan.
2.      Tujuan Khusus
a.       Diketahuinya kejadian post op seksio sesaria atas indikasi gawat janin.menurut umur di RSUD lamaddukelleng Sengkang
b.      Diketahuinya kejadian post op seksio sesaria atas indikasi gawat janin.menurut paritas di RSUD lamaddukelleng Sengkang
c.       Diketahuinya kejadian post op seksio sesaria atas indikasi gawat janin.menurut pendidikan di RSUD lamaddukelleng Sengkang
D.    Manfaat Penelitian
1.      Manfaat Ilmiah
Sebagai salah satu sumber informasi dan memperkaya wawasan ilmu pengetahuan bahan acuan bagi peneliti selanjutnya.
2.      Manfaat Praktis  
Melengkapi informasi bagi pihak pengambil kebijakan dalam menyusun dan merencanakan berbagai program tindakan yang lebih berdaya guna dalam upaya menangani Ibu dalam menghadapi persalinannya.
3.      Institusi Pendidikan
Sebagai bahan bacaan mahasiswa Stikes Puangrimaggalatung Bone yang sementara dalam proses belajar khususnya yang menyangkut proses asuhan keperawatan pada kasus post op seksio sesaria atas indikasi gawat janin serta sebagai evaluasi keberhasilan program pendidikan dan merealisasikan tujuan institusi dalam membentuk tenaga keperawatan professional.
4.      Rumah Sakit
Sebagai acuan dan sumber informasi bagi perawat yang ada di Rumah Sakit dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kesehatan.
5.      Klien
Klien mendapatkan perawatan melalui pendekatan proses keperawatan.
E.     Tinjauan Pustaka
1.      Konsep Dasar Gawat Janin
a.       Pengertian
1)      Gawat janin adalah bunyi detak jantung janin kurang dari 100 kali permenit. (Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Hal.298).
2)      Gawat janin adalah bradikardi denyut jantung janin kurang dari 110 permenit dan takikardi denyut jantung janin lebih dari 160 kali permenit. (Sarwono Prawirohardjo, 2011. Hal.333)
3)      Yang dimaksud pengertian gawat janin adalah tanda-tanda gawat janin yaitu denyut jantung janin (DJJ) kurang dari 100 kali permenit atau lebih dari 180 kali permenit, air ketuban hijau kental. (Shemsy.wordpress.com/gawat janin. 2010).



b.      Etiologi
1)      Insufisiensi uteroplasenter akut (kurangnya aliran darah uterus-plasenta dalam waktu singkat). Misalnya aktivitas uterus yang berlebihan dan terjadinya perdarahan.
2)      Insufisiensi uteroplasenter kronik (kurangnya aliran darah uterus – plasenta dalam waktu lama). Misalnya :
a)      Penyakit hipertensi
b)      Diabetes mellitus
c)      Postmaturitas atan dismaturitas
Gawat janin dapat terjadi bila janin tidak menerima oksigen yang cukup, sehingga mengalami hipoksia.
1)      Adapun janin yang beresiko tinggi untuk mengalami hipoksia adalah:
a)      Janin yang pertumbuhannya terlambat
b)      Janin preterim dan posterm
c)      Janin dengan kelainan letak
d)     Janin yang mempunyai kelainan bawaan atau prifaksi
2)      Gawat janin dapat terjadi dalam persalinan karena:
a)      Lama Partus
b)      Perdarahan dan infeksi
c)      Prolapus tali pusat
d)     Gangguan aliran darah dalam tali pusat
e)      Depresi pernapasan karena obat-obatan analgetik
f)       Gangguan his
g)      Hipotensi mendadak
h)      Gangguan pada plasenta
c.       Tanda-tanda gawat janin
1)      Kelainan denyut jantung janin (djj)
a)      Djj normal dapat melambat sewaktu his, dan segera kembali normal setela relaksasi
b)      Djj lambat (kurang dagi 100 menit), saat tidak ada his, menunjukkan adanya gawat janin
c)      Djj cepat (lebih dari 180 permenit), yang di sertai takikardi pada ibu yang di sebabkan karena ibu demam, efek obat dan amnionitis. Jika denyut jantung ibu normal, denyut jantung janin yang cepat. Sebaliknya, dianggap sebagai tanda gawat janin.
2)      Mekonium
a)      Adanya mekonium pada cairan amnion lebih sering terlihat saat janin mencapai maturitas dan dengan sendirinya bukan merupakan tanda-tanda gawat janin. Sedikit mekonium tanpa dibarengi dengan kelainan pada denyut jantung janin merupakan suatu peringatan untuk pengawasan lebih lanjut.
b)      Mekonium kental merupakan tanda pengeluaran mekonium pada cairan amnion yang berkurang dan merupakan indikasi perlunya persalinan yang lebih cepat dan penanganan mekonium pada saluran nafas atas neonatus untuk mencegah aspirasi mekonium.
c)      Pada presentasi sungsang, mekonium dikeluarkan pada saat persalinan. Jika hal ini terjadi pada awal kehamilan maka merupakan tanda kegawatan.
d.      Diagnosis
1)      Diagnosis gawat janin saat persalinan didasarkan pada denyut jantung janin yang abnormal.
2)      Diagnosis lebih pasif jika air ketuban hijau dan kental / sedikit.
3)      Kelainan denyut jantung janin (DJJ)
a)      Denyut jantung janin lambat
b)      Denyut jantung janin kurang dari 100 kali permenit
c)      Denyut jantung janin cepat (lebih dari 180 kali permenit)
e.       Penanganan
1)      Penanganan secara umum mempunyai 3 prinsip, di antaranya :
a)      Bebaskan setiap kompresi tali pusat
b)      Perbaiki aliran darah uteroplasenter
c)      Menilai apakah persalinan dapat berlangsung normal
Pada penanganan umum :
a)      Pasien dibaringkan miring kekiri. Hal ini dilakukan agar vena cafa inferior tidak tertekan oleh janin, sehingga pasokan oksigen ke bayi dapat terpenuhi.
b)      Berikan oksigen sehingga suplai oksigen terpenuhi
c)Hentikan infus oksitosin (jika sedang diberikan infus oksitosin)
2)      Penanganan secara khusus
Jika denyut jantung janin diketahui tidak normal, dengan atau tanpa kontaminasi mekonium pada cairan amnion, lakukan hal tersebut sebagai berikut :
a)      Jika penyebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat- obatan), mulailah penanganan yang sesuai.
b)      Jika penyebab dari ibu tidak diketahui dan denyut jantung janin tetap abnormal sepanjang paling sedikit 3 kontraksi, lakukan pemeriksaan dalam untuk mencari penyebab gawat janin :
(1)   Jika terjadi perdarahan dengan nyeri yang hilang timbul atau menetap, pikirkan kemungkinan solusio plasenta.
(2)   Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, sekret vagina berbau tajam) berikan antibiotik untuk amnionitis.
(3)   Jika tali pusat terletak dibawah bagian bawah janin atau dalam vagina, lakukan penanganan tali pusat.
c)      Jika denyut jantung janin tetap abnormal atau jika terdapat tanda-tanda lain gawat janin (mekonium kental pada cairan amnion), rencanakan persalinan :
(1)   Jika serviks telah berdilatasi dan kepala janin tidak lebih dari 1/5 diatas simfisis pubis atau bagian teratas tulang kepala janin pada stasion O, lakukan persalinan dengan ekstraksi vakum atau foceps.
(2)   Jika serviks tidak berdilatasi penuh dan kepala janin berada lebih dari 1/5 diatas simfisis pubis atau bagian teratas tulang kepal janin berada diatas stasion O, lakukan persalinan dengan seksio sesaria.
2.      Konsep Dasar Seksio Sesaria
a.       Pengertian
1)      Seksio sesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim. (Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga. Hal.344).
2)      Seksio sesaria adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat janin diatas 500 gr, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. (Sarwono Prawirohardjo, 2010. Hal. 337).
3)      Seksio sesaria adalah sebuah operasi dimana bayi dilahirkan melalui pembedahan/potongan (irisan) diperut dan rahim.                                 (Jevuska.blogs,2010).
4)      Seksio sesaria merupakan persalinan melalui pemotongan perut yang diteruskan dengan irisan pada rahim, yang tidak memandang bayinya hidup ataupun sudah meninggal. (dr.I.B.G.Fajar.Manuaba, SpOG.2009).
b.      Indikasi seksio sesaria
1)      Indikasi ibu
a)      Panggul sempit
b)      Plasenta previa sentrealis dan lateralis
c)      Cephalo pelvik disproportion (CPD)
d)     Rupture uteri mengancam
e)      Preeklamsia dan hipertensi
f)       Partus lama
g)      Partus macet
h)      Distosia serviks dan distosia karena tumor
2)      Indikasi janin
a)      Gawat janin
b)      Kelainan letak
(1)   Letak lintang
(2)   Letak bokong
(3)   Presentasi dahi dan muka
c)      Gamelli dengan panggul sempit
d)     Infeksi intrapartum dan tali pusat menumbung
c.       Jenis seksio sesaria
1)      Seksio sesaria transperitonial profunda
Yaitu seksio sesarea yang dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segemn bawah rahim. Cara ini sering dilakukan karena perdarahan pada bekas insisi tidak banyak, bahaya peritonitis tidak besar, bahaya ruptuRasionaluteri di kemudian hari tidak besar.


2)      Seksio sesarea klasik corporal
Yaitu seksio sesarea yang dilakukan dengan cara membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm.
a)        Dilakukan bila sukar melakukan seksio sesarea transpertonial profunda, misalnya melekatnya uterus pada dinding perut karena operasi sebelumnya atau ca serviks, insisi segmen bawah rahim mengandung  bahaya  perdarahan  plasenta letak lintang, varikosis atau mioma pada segmen bawah rahim karena operasi sebelumnya dengan dinding   abdomen   sehingga   tidak   mungkin mengidentifikasi segmen bawah rahim.
b)       Kerugian  termasuk  tingginya  resiko  infeksi. Lebih banyak darah yang hilang,  kemungkinan besar terjadi  ruptur  uteri  pada  kehamilan berikut sebelum persalinan.
3)      Seksio sesaria ekstraperitoneal
a)      Jarang dilakukan saat ini.
b)      Keuntungan cara  ini adalah melindungi  intra abdominal dari paparan kontaminasi atau infeksi intrauterine.
c)      Cara ini membutuhkan waktu yang lama karena sulit.
4)      Seksio sesaria postmortem
Dikerjakan dalam waktu yang pendek setelah ibu meninggal (10-20 menit).

5)      Seksio sesaria histerektomi
Dilakukan pada keadaan seperti: infeksi intrauterine,   kerusakan jaringan perut yang besar, laserasi yang besar pada segmen bawah rahim sehingga terjadi robekan arteri uterina dan lain-lain.
d.      Komplikasi
1)      Pada ibu
a)      Infeksi puerperal. Komplikasi ini bersifat ringan seperti kenaikan suhu selama beberapa hari masa nifas atau bersifat berat, seperti peritonitis, sepsis dan sebagainya. Infeksi post operatif terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala-gejala infeksi intrapartum atau faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya)
b)      Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada saat pembedahan jika cabang arteri ikut terbuka.
c)      Komplikasi lain seperti luka pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kencing bila reperitonialisasi terlalu tinggi.
d)     Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada dinding uterus yang bisa menyebabkan ruptur uteri pada kehamilan berikutnya dan kemungkinan ini lebih banyak ditemukan setelah seksio sesarea klasik.
2)      Pada anak
Seperti halnya pada ibu, nasib anak yang dilahirkan dengan seksio sesaria banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan seksio sesaria.
e.       Tes diagnostik
1)      Pemeriksaan pelvimetri pada panggul
2)      USG untuk menentukan usia kehamilan secara akurat dan menentukan posisi dan letak plasenta
f.       Hal – hal yang perlu diperhatikan pada seksio sesaria
1)       Seksio sesaria selektif
Seksio sesaria ini direncanakan lebih dahulu karena sudah diketahui kehamilan yang harus diselesaikan dengan poembedahan dengan begitu persiapan alat – alat dilakukan dengan baik.
2)       Anastesi
1.      Anastesi umum
Mempunyai pengaruh defresif pada pusat pernafasan janin sehingga bayi kadang – kadang lahir dengan keadaan apnea yang tidak dapat diatasi dengan mudah, selain itu dapat juga terjadi perdarahan karena atonia uterus.
2.      Anastesi spinal
Anastesi spinal aman untuk janin, akan tetapi selalu ada kemungkinan bahwa darah menurun dengan akibat yang buruk bagi ibu dan janin.
3.      Anastesi lokal
Jenis anastesi ini paling aman, akan tetapi tidak selalu dapat dilakukan berhubung dengan sikap mental pasien.
3)       Transfusi darah
Pada umumnya perdarahan pada seksio sesaria lebih banyak dari pada pervaginam, jadi perlu diadakan persediaan darah.
4)       Pemberian antibiotik
Meskipun pemberian antibiotika sesudah seksio sesaria efektif dapat dipersoalkan namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.
g.      Penatalaksanaan medis
1)      Kaji ulang prinsip perawatan pasca bedah
a)      Jika masih terdapat pardarahan, lakukan masase uterus, beri oksitosin 10u dalam 500 ml cairan , 60 tetes permenit, ergometri 0,2 mg IM dan prostaglandin.
b)      Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotik kombinasi sampai bebas dalam 24 jam, ampicillin 2 gRasionalIV / 6 jam, ditambah gentamisin 5 mg / kgBB / IV / 24 jam ditambah metronidazol 500 mg IV / 8 jam.
c)      Beri analgetik bila perlu
d)     Lama perawatan 4 – 6 hari
e)      Masa pemulihan 6 – 8 minggu
h.      Pengelolahan pada ibu post partum
1)      Dianjurkan jangan hamil kurang lebih 1 tahun, dengan memakai kontrasepsi
2)      Kehamilan berikutnya hendaknya dengan antenatal yang baik
3)      Anjurkan bersalin di rumah sakit.
3.      Konsep Dasar Masa Nifas
a.         Pengertian
1)      Masa nifas adalah masa pulihnya kembali, mulai dari persalinan selesai sampai dengan alat-alat kandungan (reproduksi) kembali seperti prahamil, lamanya 6-8 minggu. (Rustam Muchtar 2012).
2)      Masa nifas adalah sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat-alat kandungan yang lamanya kurang lebih 6 minggu. (Depkes RI  2011).
3)      Masa nifas adalah dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat –alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung selama 6 minggu. (Sarwono Prawirohardjo, 2011).
4)      Masa nifas (puerpureum) adalah perawatan terhadap wanita hamil yang telah selesai bersalin sampai alat – alat kandungan kembali seperti sebelum hamil, lamanya kira – kira 6 – 8 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genetalia baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan. (Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, 2009).
b.        Pembagian masa nifas
Nifas dibagi dalam 3 periode, yaitu :
1)      Immediate puerpureum adalah keadaan yang terjadi segera setelah persalinan sampai 24 jam sesudah persalinan (0 – 24 jam sesudah melahirkan).
2)      Early puerpureum adalah keadaan yang terjadi pada permulaan puerpureum waktu satu hari sesudah melahirkan sampai tujuh hari        (satu minggu pertama).
3)      Late puerpureum adalah waktu satu minggu sesudah melahirkan sampai 6 minggu.
c.         Tujuan perawatan nifas
1)      Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik.
2)      Melaksanakan skrining, mendekteksi masalah, mengobati dan merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
3)      Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat
4)      Meningkatkan pembentukan laktasi dan pola eliminasi
5)      Memenuhi kebutuhan belajar : personal hygiene, perawatan perianal dan perawatan payudara.


d.        Perubahan fisiologis dan psikologis pada masa nifas
1)      Perubahan fisiologis
a)   Sistem Reproduksi
(1)   Uterus
(a)    Kontraksi uterus mengakibatkan uterus mengecil kira – kira lebih dari ½ ukuran sebelumnya. Terjadi sampai hari kedua
(b)   Kemudian uterus lebih mengecil (involusio uterus) dengan penurunan kira-kira 1 jam perhari
(c)    Pada hari ke 10-40 uterus tidak teraba lagi
(d)   Tempat plasenta melekat butuh waktu 6-7 minggu untuk kembali
(e)    Regenerasi endometrium butuh waktu 6 minggu
Indusi
Tinggi fundus uteri
Berat uterus
(gr)
Bayi lahir

Uri lahir

1 minggu

2 minggu

6 minggu
8 minggu

Setinggi pusat

2 jrbpst

Pertengahan pusat simfisis
Tidak teraba diatas simfisis
Bertambah kecil
Sebesar normal
1000

750

500

350

50
30












(2)   Lokhea adalah cairan yang dikeluarkan uterus melaagina dalam masa nifas, yang terdiri dari :
(a)    Lokhea rubra (cruenta) berisi darah segar dan sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks caseosa, lanugo dan mekonium selama 2 hari post partum
(b)   Lokhea sanguinolenta, berwarna merah kecoklatan berisi darah dan lendir dari hari ke 3 sampai hari ke 7 post partum
(c)    Lokhea serosa berwarna kuning berisi lokhea cair dan tidak berdarah lagi dari hari ke 7 sampai hari ke 10
(d)   Lokhea alba, setelah 2 minggu berwarna kekuning-kuningan berisi selaput lendir
(3)   Serviks uteri
Menjadi lebih tebal dan keras sampai dengan satu minggu setelah persalinan masih terbuka (dilatasi) kira-kira 1 cm. Involusio servik uteri menjadi sempurna membutuhkan waktu 3 - 4 bulan.
(4)   Vagina
Lunak dan agak bengkak, dengan tonus otot lemah setelah persalinan, rugae tampak kembali dalam 3 – 4 minggu, setelah persalinan dan indeks estrogen dalam 6 – 10 minggu.
(5)   Perineum
Tampak oedema dan kebiruan setelah persalinan laserasi atau episiotomi dapat terjadi.
(6)   Abdomen
Teraba lembut dan lunak beberapa saat setelah persalinan. Tampak striae warna putih.
(7)   Buah dada
(a)    Penurunan kadar progesteron secara cepat dengan meningkatnya hormone prolaktin setelah bersalin
(b)   Kolostrum sudah ada saat persalinan, produksi ASI terjadi pada hari kedua atau hari ketiga setelah persalinan.
b)   Sistem Endokrin
Sistem endokrin mengalami perubahan, kala IV persalinan mengikuti lahirnya plasenta. Terjadi keturunan cepat dari estrogen, progesteron dan prolaktin. Ibu yang tidak menyusui akan meningkat secara bertahap dimana produksi ASI mulai sekitar kedua post partum. Adanya pembesaran payudara terjadi menjadi besar, kenyal, kencang dan nyeri bila disentuh.
c)   Sistem Kardiovaskuler
Pada dasarnya tekanan darah ibu stabil tapi biasanya terjadi penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg. Jika ada perubahan dari posisi tidur komposisi duduk ini disebut hipotensi orthostatis yang merupakan kompensasi kardiovaskuler terhadap penurunan retensi di daerah panggul. Segera setelah persalinan ibu kadang menggigil disebabkan karena intabilitas vasomotor secara klinis.
d)  Sistem Urinaria
Selama proses persalinan kandung kemih mengalami trauma akibat tekanan oedema dan menurunnya sensitivitas terhadap tekanan cairan. Perubahan ini menyebabkan tekanan yang berlebihan dan pengosongan kandung kemih yang tidak tuntas, biasanya ibu mengalami kesulitan BAK sampai dua hari pertama post partum.
e)   Sistem Gastrointestinial
Pengembangan fungsi defekasi secara normal terjadi lambat dalam minggu pertama post partum. Hal ini berhubungan dengan mobilitas usus, kehilangan cairan dan ketidaknyamanan perifeal.
f)    Sistem Muskuloskeletal
(1)   Ambulasi pada umumnya mulai 1 – 8 jam setelah ambulasi dini mempercepat involusi uteri.
(2)   Peningkatan pergerakan dan mobilisasi dini sendi panggul terjadi dalam 6 – 8 minggu.

g)   Sistem Integumen
(1)   Kloasma menghilang akhir kehamilan
(2)   Hiperpigmentasi areola tidak menghilang secara keseluruhan
2)      Perubahan Psikologis
Menurut Reva Rubin, 2009 :
a)      Fase taking in (fase mengambil)
(1)   Terjadi pada hari ke 1 – 2 post partum
(2)   Ibu sangat bergantung pada orang lain
b)      Fase taking hold (fase memegang)
(1)   Terjadi pada hari ke 3 – 10 post partum
(2)   Secara bertahap tenaga ibu mulai pulih dan merasa nyaman
(3)   Mulai mandiri dan mulai merawat bayi dan dirinya
c)      Fase letting go (fase bertindak)
(1)   Setelah 10 hari post partum
(2)   Ibu sudah mampu merawat diri sendiri dan mulai sibuk dengan tanggung jawab
e.         Pemeriksaan Post Partum
1)   Pemeriksaan umum, tekanan darah,  nadi dan suhu
2)   Keadaan umum
3)   Tinggi fundus uteri, perineum, keadaan kandung kemih dan rektum
4)   Sekret yang keluar  (lokhea, klour, albus)
5)   Keadaan payudara
f.         Perawatan dan pengawasan masa nifas
1)   Perawatan nifas
a)      Istirahat dan kebersihan
b)      Makanan dan minuman
c)      Usaha memperbanyak ASI
d)     Perawatan payudara
e)      Perawatan luka operasi
2)   Pengawasan nifas
a)      Keadaan umum
b)      Keadaan uterus
c)      Keadaan luka operasi
d)     Keadaan payudara
e)      Kaeadaan miksi dan defekasi
f)       Istirahat
F.     Kerangka Konsep
1.      Dasar Pemikiran Variabel
Gawat janin selama persalinan menunjukkan hipoksia (jantung janin kehilangan variabilitas dasarnya dan menunjukkan deselarasi (perlambatan) lanjut pada kontraksi uterus. (Dr. Sutrisno dan Dr. I. Edward Kurnia S.L : fetal distress, 2010).
Faktor yang diduga mempengaruhi persalinan secsio sesaria meliputi faktor ibu, termasuk umur ibu, paritas, dan pendidikan ibu.

a.       Umur ibu
Penelitian yang telah dilakukan di beberapa Rumah Sakit Pendidikan di Indonesia periode 2010 – 2012 di simpulkan bahwa usia terbaik dan paling aman bagi ibu untuk melahirkan normal  ialah umur 20 sampai 35 tahun, sehingga resiko/ bahaya kematian neonatal sangat kecil bila ibu melahirkan pada usia 20- 35 tahun. Wanita yang melahirkan di bawah di bawah usia 20 tahun mempunyai resiko yang tinggi, karena kemungkinan terjadinnya persalinan lama yang lain bisa membahayakan jiwa ibu dan bayi.
b.      Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu yang lahir hidup ataupun lahir mati. Paritas yang tinggi merupakan salah satu faktor resiko tinggi pada ibu hamil. Dengan kata lain bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan paritas tinggi merupakan resiko tinggi terhadap kematian neonatal, sedangkan kelahiran pertama juga beresiko tinggi sebab jalan lahir ibu belum teruji (Wiknojosastro H, 2010, hal 780).
c.       Pendidikan
Tingkat pendidikan ibu juga sangat berpengaruh terhadap resiko terjadinya persalinan secsio secaria. Tingkat pendidikan erat kaitannya dengan pengetahuan pada seseorang. Kurangnya pengetahuan ibu tentang resiko kehamilan dan persalinan menyebabkan ibu menganggap mudah kehamilan dan persalinan. Hal ini, karena seorang ibu yang berpendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan yang luas serta memiliki kemampuan untuk menerima informasi lebih tinggi.
d.      Letak Janin
Letak janin sangat mempengaruhi di lakukannya secsio sesarea dengan indikasi gawat janin dengan komplikasi pertolongan persalinan letak sungsang  melalui jalan vaginal sebagian besar pertolongan persalinan dilakukan dengan secsio sesarea.
2.      Bagan Kerangka Konsep Penelitian
Kejadian post op
Sectio secarea atas indikasi gawat janin
Pengetahuan Ibu
-       Umur
-       Pendidikan
-       Paritas
-       Letak Janin
                                                              




Keterangan :
: Variabel independent
: Variabel dependent
: Penghubung antar variabel
a.         Variabel Independen (Bebas)
Variabel bebas adalah variabel yang menyebabkan atau memengaruhi, yaitu faktor-faktor yang diukur, dimanipulasi atau dipilih oleh peneliti untuk menentukan hubungan antara fenomena yang diobservasi atau diamati. Yang menjadi variabel independen pada penelitian ini yakni pengetahuan ibu (Umur, Pendidikan, Paritas, Letak Janin).
b.        Variabel Dependen (Terikat)
Variabel terikat adalah faktor-faktor yang diobservasi dan diukur untuk menentukan adanya pengaruh variabel bebas, yaitu faktor yang muncul, atau tidak muncul, atau berubah sesuai dengan yang diperkenalkan oleh peneliti. Yang menjadi variabel dependen pada penelitian ini yakni kejadian post op section secaea atas indikasi gawat janin.
G.    Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif
1.      Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu, dengan kategori :
Cukup      :    Bila ibu menjawab pertanyaan dengan benar   sebanyak 15-20 soal dengan skor ≥ 75%.
Kurang    :    Bila ibu menjawab pertanyaan dengan benar sebanyak 1-15 soal dengan skor < 75%.
2.      Umur
Umur adalah usia responden sejak dilahirkan sampai saat di lakukan penelitian dengan kategori :
Resiko Rendah    :    Jika umur ibu berada pada rentang 21-30 tahun
Resiko Tinggi      :    Jika umur ibu berada pada rentang 31-40 tahun

3.      Pendidikan
Pendidikan adalah Jenjang pendidikan yang formal yang dilalui oleh responden.
Resiko Rendah    :    Jika pendidikan ibu tamat SD dan SMP
Resiko Tinggi      :    Jika pendidikan ibu tamat SLTA dan Perguruan  Tinggi
4.      Paritas
Paritas adalah banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu
Resiko Tinggi      :    Jika ibu telah melahirkan 1 orang  anak
Resiko Rendah    :    Jika ibu telah melahirkan 2 orang  anak atau lebih
5.      Letak Janin adalah letak sumbu tubuh janin terhadap sumbu tubuh ibunya selama berada di dalam rahim.
Resiko Tinggi      :    Letak Lintang
Resiko Rendah    :    Letak memanjang / Presentase belakang kepala
H.    Metode Penelitian
1.      Jenis dan Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif yaitu bertujuan untuk mengetahui gambaran kejadian post op sectio secarea atas indikasi gawat janin di Rumah Sakit Umum Daerah Lamaddukkelleng Kabupaten Wajo.
2.      Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2014.

3.      Tempat Penelitian
Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit   Umum Daerah Lamaddukkelleng Kabupaten Wajo dengan alasan mudah mendapatkan responden, mudah dijangkau, dan terdapat banyak ibu dengan kasus secsio secarea.
4.      Populasi dan Sampel
a.       Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah Lamaddukelleng Sengkang tahun 2013 sebanyak 21 orang.
b.      Sampel
Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah semua ibu bersalin dengan secsio sesaria di Rumah Sakit Umum Lamaddukelleng Sengkang sebanyak 7 orang. 
5.      Teknik pengambilan sampel
Pengambilan sampel ini dilakukan dengan cara random sampling yaitu peneliti menentukan sendiri sampel yang akan diteliti dan memenuhi syarat sesuai kriteria inklusi dan eksklusi serta dating saat penelitian dilaksanakan.
a.         Kriteria inklusi
1)        Bersedia menjadi responden
2)        Ibu yang Inpartu dengan indikasi gawat janin  yang sementara dirawat di Rumah Sakit
3)        Ibu post op secsio sesarea yang di rawat di Rumah Sakit
b.        Kriteria eksklusi
1)         Tidak bersedia menjadi responden
2)         Ibu yang hamil dengan indikasi gawat janin  tidak dirawat di Rumah Sakit
3)         Ibu Post op dengan secsio sesarea tidak di rawat di Rumah Sakit
6.      Metode Pengumpulan Data
Data yang diambil adalah data sekunder dengan mengambil pada buku register persalinan di Rumah Sakit Umum Lamaddukelleng Sengkang tahun 2013, instrument penelitian ini menggunakan format pengumpulan data manual.
7.      Pengolahan Data dan Pengajian Data
Data yang diperoleh dikumpulkan kemudian diolah melalui tahap sebagai berikut :
a.         Edit (Editing)
Editing atau penyuntingan dimulai dilakukan pada saat penelitian yakni memeriksa semua lebar kuesioner yang telah diisi mengenai kekurangan dan cara pengisian, kemudian setelah data terkumpul dilakukan pemeriksaan lengkap data dan keseragaman data.


b.        Pengkodean (Koding)
Koding yaitu mengklasifikasi jawaban dari responden menurut macamnya dilakukan untuk memudahkan pengolahan data yaitu memberi kode atau symbol dari setiap jawaban.
c.          Tabulasi (Tabulating)
Tabulasi adalah mengelompokkan datadalam bentuk tabel yaitu hubungan antara variable independent dan dependen.Setelah itu data di analisis dengan menggunakan kalkulator dan computer untuk mendapat distribusi frekuensi dan proporsi responden menurut variabel yang diteliti dan disajikan dalam bentuk naskah dan tabel.
8.      Analisa Data
Berdasarkan jenis penelitian yang dipilih yaitu penelitian deskiptif  maka analisa data dapat dilakukan menggunakan formulasi distribusi frekuensi dengan rumus :
         f
P =        x 100%
            n
Keterangan :
P = Presentase yang di cari
F = frekuensi variabel yang diteliti
N = jumlah sampel
(Eko Budiarto, 2011 : 37)
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment