GAMBARAN
KEJADIAN POST OP SECTIO SECAREA ATAS INDIKASI
GAWAT JANIN DI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LAMADDUKELLENG SENGKANG
KABUPATEN WAJO
A.
Latar
Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi semua orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Indikator derajat kesehatan dapat
dinilai dari Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu (AKI), Umur Harapan
Hidup dan Angka Kematian Balita. (Depkes RI, 2011). Kematian maternal saat ini
masih merupakan salah satu masalah kesehatan reproduksi yang sangat penting.
Kematian seorang wanita saat melahirkan sangat mempengaruhi kelangsungan hidup
bayinya, karena bayi yang bersangkutan akan mengalami nasib yang sama. (L.
Ratna Budiarso et el, 2010). Kematian bayi adalah kematian yang terjadi saat
setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun.
Menurut laporan WHO tahun 2010 angka kematian ibu di
Amerika Serikat yaitu per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu di
Filiphina 94 per 100.000 kelahiran hidup, Vietnam 56 per 100.000 kelahiran
hidup, dan Malaysia 31 per 100.000 kelahiran hidup. Laporan WHO tahun 2012
melaporkan penyebab kematian ibu di dunia desebabkan oleh hipertensi kehamilan
25 %, perdarahan 20%, aborsi 12%, dan infeksi 7%, penyebab langsung lainnya
sebesar 8 %, serta penyebab tidak langsung sebesar 9%.
Angka kematian maternal dan angka kematian perinatal
di Indonesia, dewasa ini masih tinggi. Menurut data SKRT (Survei Kesehatan
Rumah Tangga) tahun 2011, 90 % penyebab kematian ibu karena adanya komplikasi
dan 28 % diantaranya terjadi perdarahan di masa kehamilan dan persalinan (Resty
K. 2010). Data Dari SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2012 hasil
perhitungan Angka Kematian Bayi (AKB) adalah 52 per 1000 kelahiran. Apabila
dibandingkan dengan Negara - negara ASEAN dan Negara - negara maju , maka angka
kematian maternal di Indonesia sekitar
3-6 kali Angka Kematian Ibu (AKI) negara ASEAN dan lebih dari 50 kali
Angka Kematian Ibu (AKI) Negara maju.
Melihat dari penyebab kematian maternal yang paling
mendominasi adalah karena adanya komplikasi , maka persalinan yang kemudian
banyak terjadi untuk menekan angka kematian maternal dan perinatal tersebut
adalah dengan Seksio Sesaria. Perlu diingat bahwa seksio sesaria dilakukan baik
untuk kepentingan ibu maupun kepentingan anak, oleh sebab itu seksio sesaria
tidak dilakukan kecuali dalam keadaan terpaksa, apabila janin sudah meninggal
dalam uterus, atau terlalu kecil untuk hidup diluar kandungan atau apabila janin
terbukti menderita cacat hidrocefalus. (Sarwono Prawirahardjo 2009, Hal.863).
Menurut data yang diperoleh penulis dari RSUD
Lamaddukelleng Sengkang pada bulan Januari - Desember 2013 tercatat 215 seksio
sesaria (35,8 %) diantaranya 39 dengan indikasi gawat janin (18,6 %). Pada
bulan Januari - Juli 2012 tercatat 175 seksio sesaria (43,8 %) di antaranya 37
dengan indikasi gawat janin (21,1 %).
Rawannya kesehatan ibu dan dampak yang sering
diakibatkan dan tingginya angka mortalitas dan morbiditas serta neonatal maka
perlu mendapat perhatian khusus, penanggulangan yang benar dan tepat terutama
pada ibu yang gawat janin yang pengakhiran kehamilannya adalah dengan seksio
sesaria.
Dengan adanya latar belakang di atas, maka penulis
tertarik untuk mengangkat kasus tersebut dalam bentuk karya tulis ilmiah yang
berjudul “Gambaran Kejadian post op section atas indikasi gawat janin di RSUD
Lamaddukelleng Sengkang”.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana gambaran Kejadian Post op
sectio secarea atas indikasi gawat janin menurut umur di RSUD Lamaddukelleng
Sengkang
2.
Bagaimana gambaran Kejadian Post op
sectio secarea atas indikasi gawat janin menurut Paritas di RSUD Lamaddukelleng
Sengkang
3.
Bagaimana gambaran Kejadian Post op
sectio secarea atas indikasi gawat janin menurut Pendidikan di RSUD
Lamaddukelleng Sengkang
C.
Tujuan
Penelitian
1.
Tujuan Umum
Untuk
memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan pada klien
post op seksio sesaria atas indikasi gawat janin di ruang perawatan nifas RSUD Lamaddukelleng
Sengkang dengan pendekatan proses keperawatan.
2.
Tujuan Khusus
a. Diketahuinya
kejadian post op seksio sesaria atas indikasi gawat janin.menurut umur di RSUD
lamaddukelleng Sengkang
b. Diketahuinya
kejadian post op seksio sesaria atas indikasi gawat janin.menurut paritas di
RSUD lamaddukelleng Sengkang
c. Diketahuinya
kejadian post op seksio sesaria atas indikasi gawat janin.menurut pendidikan di
RSUD lamaddukelleng Sengkang
D.
Manfaat
Penelitian
1.
Manfaat Ilmiah
Sebagai
salah satu sumber informasi dan memperkaya wawasan ilmu pengetahuan bahan acuan
bagi peneliti selanjutnya.
2.
Manfaat Praktis
Melengkapi
informasi bagi pihak pengambil kebijakan dalam menyusun dan merencanakan
berbagai program tindakan yang lebih berdaya guna dalam upaya menangani Ibu
dalam menghadapi persalinannya.
3.
Institusi Pendidikan
Sebagai
bahan bacaan mahasiswa Stikes Puangrimaggalatung Bone yang sementara dalam
proses belajar khususnya yang menyangkut proses asuhan keperawatan pada kasus
post op seksio sesaria atas indikasi gawat janin serta sebagai evaluasi
keberhasilan program pendidikan dan merealisasikan tujuan institusi dalam
membentuk tenaga keperawatan professional.
4.
Rumah Sakit
Sebagai
acuan dan sumber informasi bagi perawat yang ada di Rumah Sakit dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kesehatan.
5.
Klien
Klien
mendapatkan perawatan melalui pendekatan proses keperawatan.
E.
Tinjauan
Pustaka
1. Konsep Dasar Gawat Janin
a. Pengertian
1) Gawat
janin adalah bunyi detak jantung janin kurang dari 100 kali permenit. (Kapita
Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Hal.298).
2) Gawat
janin adalah bradikardi denyut jantung janin kurang dari 110 permenit dan
takikardi denyut jantung janin lebih dari 160 kali permenit. (Sarwono
Prawirohardjo, 2011. Hal.333)
3) Yang
dimaksud pengertian gawat janin adalah tanda-tanda gawat janin yaitu denyut
jantung janin (DJJ) kurang dari 100 kali permenit atau lebih dari 180 kali
permenit, air ketuban hijau kental. (Shemsy.wordpress.com/gawat janin. 2010).
b. Etiologi
1) Insufisiensi
uteroplasenter akut
(kurangnya aliran darah uterus-plasenta dalam waktu singkat). Misalnya
aktivitas uterus yang berlebihan dan terjadinya perdarahan.
2) Insufisiensi
uteroplasenter kronik
(kurangnya aliran darah uterus – plasenta dalam waktu lama). Misalnya :
a) Penyakit
hipertensi
b) Diabetes
mellitus
c) Postmaturitas
atan dismaturitas
Gawat janin dapat terjadi bila janin tidak menerima
oksigen yang cukup, sehingga mengalami hipoksia.
1) Adapun
janin yang beresiko tinggi untuk mengalami hipoksia adalah:
a) Janin
yang pertumbuhannya terlambat
b) Janin
preterim dan posterm
c) Janin
dengan kelainan letak
d) Janin
yang mempunyai kelainan bawaan atau prifaksi
2) Gawat
janin dapat terjadi dalam persalinan karena:
a) Lama
Partus
b) Perdarahan
dan infeksi
c) Prolapus
tali pusat
d) Gangguan
aliran darah dalam tali pusat
e) Depresi
pernapasan karena obat-obatan analgetik
f) Gangguan
his
g) Hipotensi
mendadak
h) Gangguan
pada plasenta
c. Tanda-tanda
gawat janin
1) Kelainan
denyut jantung janin (djj)
a)
Djj normal dapat melambat sewaktu his,
dan segera kembali normal setela relaksasi
b)
Djj lambat (kurang dagi 100 menit), saat
tidak ada his, menunjukkan adanya gawat janin
c)
Djj cepat (lebih dari 180 permenit),
yang di sertai takikardi pada ibu yang di sebabkan karena ibu demam, efek obat
dan amnionitis. Jika denyut jantung ibu normal, denyut jantung janin yang
cepat. Sebaliknya, dianggap sebagai tanda gawat janin.
2) Mekonium
a) Adanya
mekonium pada cairan amnion lebih sering terlihat saat janin mencapai maturitas
dan dengan sendirinya bukan merupakan tanda-tanda gawat janin. Sedikit mekonium
tanpa dibarengi dengan kelainan pada denyut jantung janin merupakan suatu
peringatan untuk pengawasan lebih lanjut.
b) Mekonium
kental merupakan tanda pengeluaran mekonium pada cairan amnion yang berkurang
dan merupakan indikasi perlunya persalinan yang lebih cepat dan penanganan
mekonium pada saluran nafas atas neonatus untuk mencegah aspirasi mekonium.
c) Pada
presentasi sungsang, mekonium dikeluarkan pada saat persalinan. Jika hal ini terjadi
pada awal kehamilan maka merupakan tanda kegawatan.
d. Diagnosis
1) Diagnosis
gawat janin saat persalinan didasarkan pada denyut jantung janin yang abnormal.
2) Diagnosis
lebih pasif jika air ketuban hijau dan kental / sedikit.
3) Kelainan
denyut jantung janin (DJJ)
a) Denyut
jantung janin lambat
b) Denyut
jantung janin kurang dari 100 kali permenit
c) Denyut
jantung janin cepat (lebih dari 180 kali permenit)
e. Penanganan
1) Penanganan
secara umum mempunyai 3 prinsip, di antaranya :
a) Bebaskan
setiap kompresi tali pusat
b) Perbaiki
aliran darah uteroplasenter
c) Menilai
apakah persalinan dapat berlangsung normal
Pada
penanganan umum :
a) Pasien
dibaringkan miring kekiri. Hal ini dilakukan agar vena cafa inferior tidak tertekan oleh janin, sehingga
pasokan oksigen ke bayi dapat terpenuhi.
b)
Berikan oksigen sehingga suplai oksigen
terpenuhi
c)Hentikan
infus oksitosin (jika sedang diberikan infus oksitosin)
2) Penanganan
secara khusus
Jika denyut
jantung janin diketahui tidak normal, dengan atau tanpa kontaminasi mekonium
pada cairan amnion, lakukan hal tersebut sebagai berikut :
a) Jika
penyebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat- obatan), mulailah penanganan
yang sesuai.
b) Jika
penyebab dari ibu tidak diketahui dan denyut jantung janin tetap abnormal
sepanjang paling sedikit 3 kontraksi, lakukan pemeriksaan dalam untuk mencari
penyebab gawat janin :
(1)
Jika terjadi perdarahan dengan nyeri
yang hilang timbul atau menetap, pikirkan kemungkinan solusio plasenta.
(2)
Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam,
sekret vagina berbau tajam) berikan antibiotik untuk amnionitis.
(3)
Jika tali pusat terletak dibawah bagian
bawah janin atau dalam vagina, lakukan penanganan tali pusat.
c) Jika
denyut jantung janin tetap abnormal atau jika terdapat tanda-tanda lain gawat
janin (mekonium kental pada cairan amnion), rencanakan persalinan :
(1)
Jika serviks telah berdilatasi dan
kepala janin tidak lebih dari 1/5 diatas simfisis pubis atau bagian teratas
tulang kepala janin pada stasion O, lakukan persalinan dengan ekstraksi vakum
atau foceps.
(2)
Jika serviks tidak berdilatasi penuh dan
kepala janin berada lebih dari 1/5 diatas simfisis pubis atau bagian teratas
tulang kepal janin berada diatas stasion O, lakukan persalinan dengan seksio
sesaria.
2. Konsep Dasar Seksio Sesaria
a. Pengertian
1) Seksio
sesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut
dan dinding rahim. (Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga. Hal.344).
2)
Seksio sesaria adalah suatu tindakan
untuk melahirkan bayi dengan berat janin diatas 500 gr, melalui sayatan pada
dinding uterus yang masih utuh. (Sarwono Prawirohardjo, 2010. Hal. 337).
3)
Seksio sesaria adalah sebuah operasi
dimana bayi dilahirkan melalui pembedahan/potongan (irisan) diperut dan
rahim. (Jevuska.blogs,2010).
4)
Seksio sesaria merupakan persalinan
melalui pemotongan perut yang diteruskan dengan irisan pada rahim, yang tidak
memandang bayinya hidup ataupun sudah meninggal. (dr.I.B.G.Fajar.Manuaba,
SpOG.2009).
b.
Indikasi seksio sesaria
1) Indikasi
ibu
a)
Panggul sempit
b)
Plasenta previa sentrealis dan lateralis
c)
Cephalo pelvik disproportion (CPD)
d)
Rupture uteri mengancam
e)
Preeklamsia dan hipertensi
f)
Partus lama
g)
Partus macet
h)
Distosia serviks dan distosia karena
tumor
2)
Indikasi janin
a)
Gawat janin
b)
Kelainan letak
(1)
Letak lintang
(2)
Letak bokong
(3)
Presentasi dahi dan muka
c)
Gamelli dengan panggul sempit
d)
Infeksi intrapartum dan tali pusat
menumbung
c. Jenis
seksio sesaria
1) Seksio
sesaria transperitonial profunda
Yaitu seksio sesarea yang dilakukan
dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segemn bawah rahim. Cara ini
sering dilakukan karena perdarahan pada bekas insisi tidak banyak, bahaya
peritonitis tidak besar, bahaya ruptuRasionaluteri di kemudian hari tidak besar.
2)
Seksio sesarea klasik corporal
Yaitu seksio sesarea yang dilakukan
dengan cara membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10
cm.
a)
Dilakukan bila sukar melakukan seksio sesarea transpertonial
profunda, misalnya melekatnya uterus pada dinding perut karena operasi
sebelumnya atau ca serviks, insisi segmen bawah rahim mengandung bahaya
perdarahan plasenta letak
lintang, varikosis atau mioma pada segmen bawah rahim karena operasi sebelumnya
dengan dinding abdomen sehingga
tidak mungkin mengidentifikasi
segmen bawah rahim.
b) Kerugian termasuk
tingginya resiko infeksi. Lebih banyak darah yang hilang, kemungkinan besar terjadi ruptur uteri
pada kehamilan berikut sebelum
persalinan.
3)
Seksio sesaria ekstraperitoneal
a) Jarang
dilakukan saat ini.
b) Keuntungan
cara ini adalah melindungi intra abdominal dari paparan kontaminasi atau
infeksi intrauterine.
c) Cara
ini membutuhkan waktu yang lama karena sulit.
4)
Seksio sesaria postmortem
Dikerjakan dalam waktu yang pendek
setelah ibu meninggal (10-20 menit).
5)
Seksio sesaria histerektomi
Dilakukan pada keadaan seperti: infeksi
intrauterine, kerusakan jaringan perut
yang besar, laserasi yang besar pada segmen bawah rahim sehingga terjadi
robekan arteri uterina dan lain-lain.
d. Komplikasi
1)
Pada ibu
a) Infeksi
puerperal. Komplikasi ini bersifat ringan seperti kenaikan suhu selama beberapa
hari masa nifas atau bersifat berat, seperti peritonitis, sepsis dan
sebagainya. Infeksi post operatif terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada
gejala-gejala infeksi intrapartum atau faktor yang merupakan predisposisi terhadap
kelainan itu (partus lama khususnya ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya)
b) Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada saat pembedahan
jika cabang arteri ikut terbuka.
c) Komplikasi
lain seperti luka pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kencing
bila reperitonialisasi terlalu tinggi.
d) Suatu
komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada dinding
uterus yang bisa menyebabkan ruptur uteri pada kehamilan berikutnya dan
kemungkinan ini lebih banyak ditemukan setelah seksio sesarea klasik.
2)
Pada anak
Seperti halnya
pada ibu, nasib anak yang dilahirkan dengan seksio sesaria banyak tergantung
dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan seksio sesaria.
e. Tes
diagnostik
1) Pemeriksaan
pelvimetri pada panggul
2) USG
untuk menentukan usia kehamilan secara akurat dan menentukan posisi dan letak
plasenta
f. Hal
– hal yang perlu diperhatikan pada seksio sesaria
1)
Seksio sesaria selektif
Seksio
sesaria ini direncanakan lebih dahulu karena sudah diketahui kehamilan yang
harus diselesaikan dengan poembedahan dengan begitu persiapan alat – alat
dilakukan dengan baik.
2)
Anastesi
1.
Anastesi umum
Mempunyai pengaruh
defresif pada pusat pernafasan janin sehingga bayi kadang – kadang lahir dengan
keadaan apnea yang tidak dapat diatasi dengan mudah, selain itu dapat juga
terjadi perdarahan karena atonia uterus.
2.
Anastesi spinal
Anastesi spinal aman
untuk janin, akan tetapi selalu ada kemungkinan bahwa darah menurun dengan
akibat yang buruk bagi ibu dan janin.
3.
Anastesi lokal
Jenis anastesi ini
paling aman, akan tetapi tidak selalu dapat dilakukan berhubung dengan sikap
mental pasien.
3)
Transfusi darah
Pada umumnya perdarahan
pada seksio sesaria lebih banyak dari pada pervaginam, jadi perlu diadakan
persediaan darah.
4)
Pemberian antibiotik
Meskipun pemberian
antibiotika sesudah seksio sesaria efektif dapat dipersoalkan namun pada
umumnya pemberiannya dianjurkan.
g. Penatalaksanaan
medis
1)
Kaji ulang prinsip perawatan pasca bedah
a)
Jika masih terdapat pardarahan, lakukan
masase uterus, beri oksitosin 10u dalam 500 ml cairan , 60 tetes permenit,
ergometri 0,2 mg IM dan prostaglandin.
b)
Jika terdapat tanda infeksi, berikan
antibiotik kombinasi sampai bebas dalam 24 jam, ampicillin 2 gRasionalIV / 6
jam, ditambah gentamisin 5 mg / kgBB / IV / 24 jam ditambah metronidazol 500 mg
IV / 8 jam.
c)
Beri analgetik bila perlu
d)
Lama perawatan 4 – 6 hari
e)
Masa pemulihan 6 – 8 minggu
h. Pengelolahan
pada ibu post partum
1)
Dianjurkan jangan hamil kurang lebih 1
tahun, dengan memakai kontrasepsi
2) Kehamilan
berikutnya hendaknya dengan antenatal yang baik
3) Anjurkan
bersalin di rumah sakit.
3. Konsep Dasar Masa Nifas
a.
Pengertian
1)
Masa nifas adalah masa pulihnya kembali,
mulai dari persalinan selesai sampai dengan alat-alat kandungan (reproduksi)
kembali seperti prahamil, lamanya 6-8 minggu. (Rustam Muchtar 2012).
2)
Masa nifas adalah sesudah persalinan
yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat-alat kandungan yang lamanya kurang
lebih 6 minggu. (Depkes RI 2011).
3)
Masa nifas adalah dimulai setelah
kelahiran plasenta dan berakhir ketika
alat –alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung
selama 6 minggu. (Sarwono Prawirohardjo, 2011).
4)
Masa nifas (puerpureum) adalah perawatan
terhadap wanita hamil yang telah selesai bersalin sampai alat – alat kandungan
kembali seperti sebelum hamil, lamanya kira – kira 6 – 8 minggu. Akan tetapi,
seluruh alat genetalia baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu
3 bulan. (Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, 2009).
b.
Pembagian masa nifas
Nifas dibagi dalam 3
periode, yaitu :
1)
Immediate puerpureum adalah keadaan yang
terjadi segera setelah persalinan sampai 24 jam sesudah persalinan (0 – 24 jam
sesudah melahirkan).
2)
Early puerpureum adalah keadaan yang
terjadi pada permulaan puerpureum waktu satu hari sesudah melahirkan sampai
tujuh hari (satu minggu pertama).
3)
Late puerpureum adalah waktu satu minggu
sesudah melahirkan sampai 6 minggu.
c.
Tujuan perawatan nifas
1)
Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik
fisik maupun psikologik.
2)
Melaksanakan skrining, mendekteksi
masalah, mengobati dan merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
3)
Memberikan pendidikan kesehatan tentang
perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian
imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat
4)
Meningkatkan pembentukan laktasi dan
pola eliminasi
5)
Memenuhi kebutuhan belajar : personal
hygiene, perawatan perianal dan perawatan payudara.
d.
Perubahan fisiologis dan psikologis pada
masa nifas
1)
Perubahan fisiologis
a)
Sistem Reproduksi
(1)
Uterus
(a)
Kontraksi uterus mengakibatkan uterus
mengecil kira – kira lebih dari ½ ukuran sebelumnya. Terjadi sampai hari kedua
(b)
Kemudian uterus lebih mengecil (involusio
uterus) dengan penurunan kira-kira 1 jam perhari
(c)
Pada hari ke 10-40 uterus tidak teraba
lagi
(d)
Tempat plasenta melekat butuh waktu 6-7
minggu untuk kembali
(e)
Regenerasi endometrium butuh waktu 6
minggu
Indusi
|
Tinggi
fundus uteri
|
Berat
uterus
(gr)
|
Bayi lahir
Uri lahir
1 minggu
2 minggu
6 minggu
8 minggu
|
Setinggi pusat
2 jrbpst
Pertengahan pusat simfisis
Tidak teraba diatas simfisis
Bertambah kecil
Sebesar normal
|
1000
750
500
350
50
30
|
(2)
Lokhea adalah cairan yang dikeluarkan
uterus melaagina dalam masa nifas, yang terdiri dari :
(a)
Lokhea rubra (cruenta) berisi darah segar
dan sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks caseosa, lanugo dan mekonium
selama 2 hari post partum
(b)
Lokhea sanguinolenta, berwarna merah
kecoklatan berisi darah dan lendir dari hari ke 3 sampai hari ke 7 post partum
(c)
Lokhea serosa berwarna kuning berisi lokhea
cair dan tidak berdarah lagi dari hari ke 7 sampai hari ke 10
(d)
Lokhea alba, setelah 2 minggu berwarna
kekuning-kuningan berisi selaput lendir
(3)
Serviks uteri
Menjadi lebih tebal dan keras sampai dengan satu
minggu setelah persalinan masih terbuka (dilatasi) kira-kira 1 cm. Involusio
servik uteri menjadi sempurna membutuhkan waktu 3 - 4 bulan.
(4)
Vagina
Lunak dan agak bengkak, dengan tonus otot lemah
setelah persalinan, rugae tampak kembali dalam 3 – 4 minggu, setelah persalinan
dan indeks estrogen dalam 6 – 10 minggu.
(5)
Perineum
Tampak
oedema dan kebiruan setelah persalinan laserasi atau episiotomi dapat terjadi.
(6)
Abdomen
Teraba
lembut dan lunak beberapa saat setelah persalinan. Tampak striae warna putih.
(7)
Buah dada
(a)
Penurunan kadar progesteron secara cepat dengan
meningkatnya hormone prolaktin setelah bersalin
(b)
Kolostrum sudah ada saat persalinan,
produksi ASI terjadi pada hari kedua atau hari ketiga setelah persalinan.
b)
Sistem Endokrin
Sistem
endokrin mengalami perubahan, kala IV persalinan mengikuti lahirnya plasenta.
Terjadi keturunan cepat dari estrogen, progesteron dan prolaktin. Ibu yang
tidak menyusui akan meningkat secara bertahap dimana produksi ASI mulai sekitar
kedua post partum. Adanya pembesaran payudara terjadi menjadi besar, kenyal,
kencang dan nyeri bila disentuh.
c)
Sistem Kardiovaskuler
Pada
dasarnya tekanan darah ibu stabil tapi biasanya terjadi penurunan tekanan darah
sistolik 20 mmHg. Jika ada perubahan dari posisi tidur komposisi duduk ini disebut hipotensi
orthostatis yang merupakan kompensasi kardiovaskuler terhadap penurunan retensi di daerah
panggul. Segera setelah persalinan ibu kadang menggigil disebabkan karena
intabilitas vasomotor secara
klinis.
d)
Sistem Urinaria
Selama
proses persalinan kandung kemih mengalami trauma akibat tekanan oedema dan
menurunnya sensitivitas terhadap tekanan cairan. Perubahan ini menyebabkan
tekanan yang berlebihan dan pengosongan kandung kemih yang tidak tuntas,
biasanya ibu mengalami kesulitan BAK sampai dua hari pertama post partum.
e)
Sistem Gastrointestinial
Pengembangan
fungsi defekasi secara normal terjadi lambat dalam minggu pertama post partum.
Hal ini berhubungan dengan mobilitas usus, kehilangan cairan dan ketidaknyamanan
perifeal.
f)
Sistem Muskuloskeletal
(1)
Ambulasi pada umumnya mulai 1 – 8 jam
setelah ambulasi dini mempercepat involusi uteri.
(2)
Peningkatan pergerakan dan mobilisasi
dini sendi panggul terjadi dalam 6 – 8 minggu.
g)
Sistem Integumen
(1)
Kloasma menghilang akhir kehamilan
(2)
Hiperpigmentasi areola tidak menghilang
secara keseluruhan
2)
Perubahan Psikologis
Menurut Reva
Rubin, 2009 :
a)
Fase taking in (fase mengambil)
(1)
Terjadi pada hari ke 1 – 2 post partum
(2)
Ibu sangat bergantung pada orang lain
b)
Fase taking hold (fase memegang)
(1)
Terjadi pada hari ke 3 – 10 post partum
(2)
Secara bertahap tenaga ibu mulai pulih
dan merasa nyaman
(3)
Mulai mandiri dan mulai merawat bayi dan
dirinya
c)
Fase letting go (fase bertindak)
(1)
Setelah 10 hari post partum
(2)
Ibu sudah mampu merawat diri sendiri dan
mulai sibuk dengan tanggung jawab
e.
Pemeriksaan Post Partum
1)
Pemeriksaan umum, tekanan darah, nadi dan suhu
2)
Keadaan umum
3)
Tinggi fundus uteri, perineum, keadaan
kandung kemih dan rektum
4)
Sekret yang keluar (lokhea, klour, albus)
5)
Keadaan payudara
f.
Perawatan dan pengawasan masa nifas
1)
Perawatan nifas
a)
Istirahat dan kebersihan
b)
Makanan dan minuman
c)
Usaha memperbanyak ASI
d)
Perawatan payudara
e)
Perawatan luka operasi
2)
Pengawasan nifas
a)
Keadaan umum
b)
Keadaan uterus
c)
Keadaan luka operasi
d)
Keadaan payudara
e)
Kaeadaan miksi dan defekasi
f)
Istirahat
F.
Kerangka Konsep
1.
Dasar Pemikiran Variabel
Gawat janin selama persalinan menunjukkan hipoksia (jantung
janin kehilangan variabilitas dasarnya dan menunjukkan deselarasi (perlambatan)
lanjut pada kontraksi uterus. (Dr. Sutrisno dan Dr. I. Edward Kurnia S.L :
fetal distress, 2010).
Faktor yang diduga
mempengaruhi persalinan secsio sesaria meliputi faktor ibu, termasuk umur ibu,
paritas, dan pendidikan ibu.
a.
Umur ibu
Penelitian yang telah dilakukan di beberapa Rumah Sakit Pendidikan di
Indonesia periode 2010 – 2012 di simpulkan bahwa usia terbaik dan paling aman
bagi ibu untuk melahirkan normal ialah
umur 20 sampai 35 tahun, sehingga resiko/ bahaya kematian neonatal sangat kecil
bila ibu melahirkan pada usia 20- 35 tahun. Wanita yang melahirkan di bawah di
bawah usia 20 tahun mempunyai resiko yang tinggi, karena kemungkinan
terjadinnya persalinan lama yang lain bisa membahayakan jiwa ibu dan bayi.
b.
Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu yang
lahir hidup ataupun lahir mati. Paritas yang tinggi merupakan salah satu faktor
resiko tinggi pada ibu hamil. Dengan kata lain bayi yang dilahirkan oleh ibu
dengan paritas tinggi merupakan resiko tinggi terhadap kematian neonatal,
sedangkan kelahiran pertama juga beresiko tinggi sebab jalan lahir ibu belum
teruji (Wiknojosastro H, 2010, hal 780).
c.
Pendidikan
Tingkat pendidikan ibu juga sangat berpengaruh terhadap resiko terjadinya
persalinan secsio secaria. Tingkat pendidikan erat kaitannya dengan pengetahuan
pada seseorang. Kurangnya pengetahuan ibu tentang resiko kehamilan dan
persalinan menyebabkan ibu menganggap mudah kehamilan dan persalinan. Hal ini,
karena seorang ibu yang berpendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan yang
luas serta memiliki kemampuan untuk menerima informasi lebih tinggi.
d.
Letak Janin
Letak janin sangat mempengaruhi di lakukannya secsio sesarea dengan
indikasi gawat janin dengan komplikasi pertolongan persalinan letak sungsang melalui jalan vaginal sebagian besar
pertolongan persalinan dilakukan dengan secsio sesarea.
2.
Bagan Kerangka Konsep Penelitian
Kejadian post op
Sectio secarea atas indikasi gawat
janin
|
Pengetahuan Ibu
-
Umur
-
Pendidikan
-
Paritas
-
Letak Janin
|
Keterangan :
: Variabel
independent
: Variabel dependent
:
Penghubung antar variabel
a.
Variabel Independen (Bebas)
Variabel
bebas adalah variabel yang menyebabkan atau memengaruhi, yaitu faktor-faktor
yang diukur, dimanipulasi atau dipilih oleh peneliti untuk menentukan hubungan
antara fenomena yang diobservasi atau diamati. Yang menjadi variabel independen pada penelitian ini yakni pengetahuan ibu (Umur, Pendidikan, Paritas,
Letak Janin).
b.
Variabel Dependen (Terikat)
Variabel
terikat adalah faktor-faktor yang diobservasi dan diukur untuk menentukan adanya pengaruh variabel bebas, yaitu
faktor yang muncul, atau tidak muncul, atau berubah sesuai dengan yang
diperkenalkan oleh peneliti. Yang menjadi variabel
dependen pada penelitian ini yakni kejadian post op section secaea atas
indikasi gawat janin.
G. Defenisi
Operasional dan Kriteria Objektif
1.
Pengetahuan
Pengetahuan
adalah hasil tahu yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap
objek tertentu, dengan kategori :
Cukup : Bila
ibu menjawab pertanyaan dengan benar sebanyak 15-20
soal dengan skor ≥ 75%.
Kurang : Bila
ibu menjawab pertanyaan dengan benar sebanyak 1-15 soal dengan skor < 75%.
2.
Umur
Umur
adalah usia responden sejak
dilahirkan sampai saat di lakukan penelitian dengan
kategori :
Resiko
Rendah : Jika umur ibu berada pada rentang 21-30 tahun
Resiko
Tinggi : Jika umur ibu berada pada rentang 31-40 tahun
3.
Pendidikan
Pendidikan adalah Jenjang pendidikan yang formal yang dilalui oleh
responden.
Resiko
Rendah : Jika pendidikan ibu tamat SD dan SMP
Resiko
Tinggi : Jika pendidikan ibu tamat SLTA dan Perguruan Tinggi
4.
Paritas
Paritas
adalah banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu
Resiko
Tinggi : Jika ibu telah melahirkan 1 orang
anak
Resiko
Rendah : Jika ibu telah melahirkan 2 orang anak atau lebih
5.
Letak Janin adalah letak sumbu tubuh
janin terhadap sumbu tubuh ibunya selama berada di dalam rahim.
Resiko
Tinggi : Letak Lintang
Resiko
Rendah : Letak memanjang / Presentase belakang kepala
H.
Metode Penelitian
1.
Jenis dan Metode Penelitian
Penelitian
ini merupakan jenis penelitian deskriptif yaitu bertujuan untuk mengetahui
gambaran kejadian post op sectio secarea atas indikasi gawat janin di Rumah
Sakit Umum Daerah Lamaddukkelleng
Kabupaten Wajo.
2. Waktu
Penelitian
Penelitian
ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2014.
3. Tempat Penelitian
Tempat Penelitian Penelitian
ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Lamaddukkelleng Kabupaten Wajo
dengan alasan mudah mendapatkan responden, mudah dijangkau, dan terdapat banyak
ibu dengan kasus secsio secarea.
4. Populasi
dan Sampel
a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini
adalah semua ibu yang bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah Lamaddukelleng
Sengkang tahun 2013 sebanyak 21 orang.
b. Sampel
Yang menjadi sampel dalam
penelitian ini adalah semua ibu bersalin dengan secsio sesaria di Rumah Sakit
Umum Lamaddukelleng Sengkang sebanyak 7 orang.
5. Teknik pengambilan sampel
Pengambilan sampel ini dilakukan
dengan cara random sampling yaitu peneliti menentukan sendiri sampel yang akan
diteliti dan memenuhi syarat sesuai kriteria
inklusi dan eksklusi serta dating saat penelitian dilaksanakan.
a.
Kriteria
inklusi
1)
Bersedia
menjadi responden
2)
Ibu
yang Inpartu
dengan indikasi gawat janin yang sementara dirawat di Rumah Sakit
3)
Ibu post op secsio sesarea yang di rawat
di Rumah Sakit
b.
Kriteria
eksklusi
1)
Tidak
bersedia menjadi responden
2)
Ibu
yang hamil
dengan indikasi gawat janin tidak dirawat di Rumah Sakit
3)
Ibu Post op dengan secsio sesarea tidak
di rawat di Rumah Sakit
6. Metode
Pengumpulan Data
Data yang diambil adalah data sekunder dengan mengambil pada buku
register persalinan di Rumah Sakit Umum Lamaddukelleng Sengkang tahun 2013,
instrument penelitian ini menggunakan format pengumpulan data manual.
7. Pengolahan
Data dan Pengajian Data
Data yang diperoleh dikumpulkan kemudian diolah melalui
tahap sebagai berikut :
a.
Edit
(Editing)
Editing
atau penyuntingan dimulai dilakukan pada saat penelitian yakni memeriksa semua
lebar kuesioner yang telah diisi mengenai kekurangan dan cara pengisian,
kemudian setelah data terkumpul dilakukan pemeriksaan lengkap data dan
keseragaman data.
b.
Pengkodean
(Koding)
Koding
yaitu mengklasifikasi jawaban dari responden menurut macamnya dilakukan untuk
memudahkan pengolahan data yaitu memberi kode atau symbol dari setiap jawaban.
c.
Tabulasi
(Tabulating)
Tabulasi
adalah mengelompokkan datadalam bentuk tabel yaitu hubungan antara variable
independent dan dependen.Setelah itu data di analisis dengan menggunakan
kalkulator dan computer untuk mendapat distribusi frekuensi dan proporsi
responden menurut variabel yang diteliti dan disajikan dalam bentuk naskah dan tabel.
8.
Analisa
Data
Berdasarkan jenis penelitian yang dipilih yaitu
penelitian deskiptif maka analisa data
dapat dilakukan menggunakan formulasi distribusi frekuensi dengan rumus :
f
P = x 100%
n
Keterangan
:
P
= Presentase yang di cari
F
= frekuensi variabel yang diteliti
N
= jumlah sampel
(Eko
Budiarto, 2011 : 37)
Blogger Comment
Facebook Comment