PROPOSAL PENELITIAN GAMBARAN KARAKTERISTIK AKSEPTOR TUBEKTOMI DI RUMAH SAKIT WAHIDIN MAKASSAR



GAMBARAN KARAKTERISTIK AKSEPTOR TUBEKTOMI
DI RUMAH SAKIT WAHIDIN MAKASSAR

A.   Latar Belakang                                 
Keluarga berencana (KB) merupakan suatu pelayanan kesehatan yang paling dasar dan utama bagi wanita, meskipun tidak selalu diakui demikian. Untuk optimalisasi manfaat kesehatan keluara berencana (KB), pelayanan tersebut harus disediakan bagi wanita dengan cara menggambarkan dan memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan reproduksi wanita. (http://www.kbtempo.co.id.Diakses tanggal Juli 2014).
Di Amerika Serikat metode kontrasepsi telah disetujui untuk digunakan pada akhir tahun 1992. Wanita yang memakai kontrasepsi di Amerika sebanyak 5.178 akseptor. Pada awal bulan di Amerika Serikat, pemakaian kontrasepsi hanya 57% namun di bulan ketiga pemakai kontrasepsi meningkat menjadi 63% dan mereka melanjutkan untuk menerima kontrasepsi yang berikutnya sebesar 75-80% pemakai suntik (Dokter Sehat, 2012).
Secara keseluruhan, pemakaian kontrasepsi jauh lebih tinggi di negara maju dibandingkan di negara berkembang (70% berbanding 30%). Negara maju terutama menggunakan kontrasepsi obat, kondom, misalnya pada metode sawar vagina dan keluarga berencana alami dibandingkan


dengan negera-negara berkembang yang lebih mengandalkan sterilisasi wanita dan AKDR (Hartanto, 2006)
Dewasa ini diperkirakan lebih dari 100 juta wanita yang memakai AKDR, hampir 40%-nya terdapat di Cina. Sebaliknya hanya 6% di negara maju dan 0,5% di sub-sahara Afrika (BKKBN, 2012).
           Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang jumlah penduduknya cukup padat. Kepadatan ini dapat dilihat dari jumlah kelahiran sekitar 5.000.000 pertahun. Pada tahun 2008 jumlah penduduk dunia sebesar 6.500.000.000 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,7%, sedangkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun yang sama sebesar  241.973.879 jiwa dengan laju pertumbuhan 1,66%. Oleh karena itu pemerintah terus berupaya untuk menekan laju pertumbuhan penduduk. (http://www.lajupertumbuhanpendudduk.go.id  di akses tanggal Juli 2014).
 Program Keluarga Berencana Nasional Mempunyai kontribusi penting dalam upaya meningkatkan kualitas penduduk. Seiring dengan pelaksanaan program yang dicanangkan oleh Making Pregnancy Safer (MPS). Dimana salah satu pesan kunci dalam rencana strategis nasional di Indonesia 2001-2010, bahwa setiap kehamilan harus merupakan kehamilan yang di inginkan. Untuk mewujudkan pesan kunci tersebut, keluarga berencana merupakan upaya pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama. (Saifuddin AB, 2003,Hal.1).
 Keluarga berencana (KB) menurut data WHO adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak di inginkan, mengatur interval di antara kehamilan, menetukan jumlah anak di dalam keluarga. Metode suntikan KB telah menjadi bagian gerakan Keluarga Berencana Nasional serta peminatnya makin bertambah. Tingginya minat pemakai suntikan KB oleh karena aman, sederhana, efektif, tidak menimbulkan gangguan dan dapat di pakai pada pasca persalinan. Prevalensi KB menurut alat atau cara KB berdasarkan hasil mini survey peserta aktif tahun 2013 menunjukan bahwa prefalensi KB di Indonesia adalah 66,2%. Alat atau cara KB yang dominan di pakai adalah suntikan (34%), pil (17%), IUD (7%), implant (4 %), MOW (2,6%), MOP (0,3%), dan kondom (0,6%).
(http://www.kti-kebidanan.co, diakses tanggal Juli 2014)
Data Susenas 2013 menunjukan bahwa angka prevalensi kontrasepsi Indonesia adalah 56,71%. Artinya satu di antara dua pasangan usia subur di Indonesia pada tahun 2013 sedang memakai sesuatu cara KB. Perbedaan angka prevalensi kontrasepsi, kontrasepsi wilayah perkotaan dan wilayah pedesaan amat kecil, yang menunjukan bahwa strategi pendekatan program KB di daerah perkotaan dan pedesaan hampir sama kuatnya. (http://www.data.statistik-indonesia.com, diakses tanggal Juli 2014).
          Berdasarkan data yang di peroleh prevalensi kontrasepsi di Rumah Sakit Wahidin Makassar  tahun 2013 adalah Suntikan 395 orang, IUD 179 orang, Implant 159 orang, Tubektomi  77 orang,  Vasektomi 4 orang, Pil 199 orang,  Kondom 87 orang. Tahun 2012 adalah Suntikan 370 orang, IUD 203 orang, Implant 140 orang, Tubektomi  62 orang,  Vasektomi 7 orang, Pil 167 orang,  Kondom 73 orang. Tahun 2011 adalah Suntikan 380 orang, IUD 145 orang, Implant 160 orang, Tubektomi  69 orang,  Vasektomi 5 orang,  Pil 179 orang,  Kondom 77 orang. Tahun 2010 adalah Suntikan 377 orang, IUD 181 orang, Implant 143 orang, Tubektomi  67 orang,  Vasektomi 2 orang, , Pil 188 orang,  Kondom 74 orang. tahun 2009 adalah Suntikan 397 orang, IUD 153 orang, Implant 165 orang, Tubektomi  59 orang,  Vasektomi 4 orang, , Pil 180 orang,  Kondom 78 orang (Rekam Medis, 2014).
 Dari sekian akseptor yang menggunakan alat kontrasepsi, ternyata banyak juga yang memakai kontrasepsi tubektomi. Hal tersebut mendorong peneliti untuk mengetahui lebih jauh tentang penggunaan kontrasepsi tubektomi dengan melakukan penelitian tentang faktor yang menyebabkan klien menggunakan alat kontrasepsi tubektomi seperti umur ibu dan paritas
Berdasarkan uraian diatas maka penulis melakukan penelitian dengan judul “Gambaran Karakteristik Akseptor Tubektomi di Rumah Sakit Wahidin Makassar”.
B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka dirumuskan masalah sebagai berikut ;
1.    Bagaimanakah gambaran karakteristik akseptor tubektomi menurut umur ibu di Rumah Sakit Wahidin Makassar?
2.    Bagaimanakah gambaran karakteristik  akseptor tubektomi menurut paritas ibu di Rumah Sakit Wahidin Makassar?
C.   Tujuan Penelitian
1.    Tujuan Umum
      Untuk mengetahui sejauh mana gambaran karakteristik terhadap penggunaan alat kontrasepsi tubektomi dalam mewujudkan keluarga berkualitas di Rumah Sakit Wahidin Makassar .
2.    Tujuan Khusus
a.  Diketahuinya gambaran karakteristik  akseptor  tubektomi menurut umur ibu di Rumah Sakit Wahidin Makassar?
b.  Diketahuinya gambaran karakteristik akseptor tubektomi  menurut paritas ibu di Rumah Sakit Wahidin Makassar?
D.   Manfaat Penelitian
1.    Manfaat Ilmiah
Diharapkan dapat menjadi bahan acuan dan sumber informasi dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan keluarga berencana.
2.    Manfaat Institusi
Diharapkan dapat berguna sebagai salah satu hasil penemuan dan kajian serta bahan acuan atau pedoman bagi institusi jurusan kebidanan untuk penulisan karya tulisan ilmiah lainnya.
3.    Manfaat Praktis
Sebagai masukan dan informasi tambahan kepada pihak Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dalam upaya menentukan dan mensukseskan program Keluarga Berencana Nasional.
4.    Manfaat Bagi Peneliti
Merupakan pengalaman yang berharga bagi peneliti dalam upaya     memperluas wawasan dan ilmu pengetahuan dalam rangka    penerapan ilmu   pengetahuan yang diperoleh di masyarakat.
E.   Konsep Dasar Kontrasepsi
1.    Pengertian Kontrasepsi
a.    Kontrasepsi berasal dari kata Kontra yang berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan, Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur matang dengan sel sperma tersebut.(http://www.bkkbn-jatim.go.id/bkkbn) di akses tanggal 28 Juni 2012.
b.    Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah kehamilan. Upaya itu dapat bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen. Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi fertilitas. (Prawirohardjo, 2006, Hal.905)
c.    Kontrasepsi adalah suatu cara untuk mencegah terjadinya kehamilan yang bertujuan untuk menjarangkan kehamilan, merencanakan jumlah anak dan meningkatkan kesejahteraan agar keluarga dapat memberikan perhatian dan pendidikan yang maksimal pada anak. (Harnawati AJ, 2008)
d.    Kontrasepsi adalah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan. Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara, dapat juga bersifat permanen. Yang bersifat permanen di namakan pada wanita tubektomi dan pada pria vasektomi. (Wiknjosastro, 2007, Hal. 354)
2.    Macam-macam Kontrasepsi
a.    Metode sederhana.
1)    Tanpa Alat.
a)    KB Alamiah :
(1)    Metode suhu badan basal.
(2)    Metode lendir serviks.
(3)    Metode simpto-dermal.

(4)    Metode Amenorea Laktasi (MAL).
(5)    Metode kalender.
b)    Coitus Interuptus.
2)    Dengan Alat.
a)    Mekanis  (Barier)
(1)  Kondom pria.
(2)  Barier Intra vagina
(a)  Diafragma
(b)   Kap serviks (Cervical cap).
(c)  Spong  (Sponge).
(d)  Kondom Wanita
b)    Kimiawi
(1)  Spermisid
(a)  Vaginal cream
(b)  Vaginal foam
(c)  Vaginal jelly
(d)  Vaginal suppositoria
(e)  Vaginal tablet  (busa)
(f)   Vagina saluble film
b.    Metode Modern / Efektif :
1)    Kontrasepsi hormonal
a)    Per-oral                :  Pil KB.
b)    Injeksi                   :  Suntikan KB.
c)    Sub-cutis             :  Implant
2)    Intra Uterine Devices  (IUD, AKDR). 
c.    Metode Kontrasepsi Mantap.
1)    Pada wanita :
a)    Penyinaran.
b)    Operatif.
c)    Penyumbatan tuba fallopii.
2)    Pada pria :
a)    Operatif
b)    Penyumbatan Vas deferens. (Hartanto H, 2004, Hal. 42)
3.    Syarat-syarat Kontrasepsi
Sampai sekarang cara kontrasepsi yang ideal belum ada. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu metode kontrasepsi yang baik adalah:  aman, dapat dipercaya, tidak meninggalkan efek yang mengganggu kesehatan, daya kerjanya dapat diatur sesuai kebutuhan, tidak menimbulkan gangguan sewaktu berhubungan, tidak memerlukan motivasi yang terus  menerus, mudah pelaksanaannya, harganya murah sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, dan dapat diterima penggunaannya oleh pasangan yang bersangkutan. (Prawirohardjo, 2007, hal 354).

4.    Faktor-faktor dalam memilih kontrasepsi
Akseptabilitas suatu kontrasepsi ini terbukti apabila pasangan tetap mempergunakan cara kontrasepsi yang bersangkutan dan baru berhenti jika pasangan ingin mendapatkan anak lagi atau jika kehamilan tidak akan terjadi lagi karena umur wanita sudah lanjut usia atau oleh karena ia telah menjalani tubektomi bilamana suaminya sudah divasektomi. Akseptabilitas suatu kontrasepsi ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain :   
a.    Faktor pasangan  yang meliputi Motivasi dan Rehabilitasi, antar lain: Umur, gaya hidup, frekuensi senggama, jumlah keluarga  yang diinginkan, pengalaman dengan kontrasepsi yang lalu, sikap kewanitaan dan kepriaan.
b.    Faktor kesehatan yang merupakan  Kontra-indikasi, yaitu : Status kesehatan, riwayat haid, riwayat keluarga, pemeriksaan fisik, dan  pemeriksaan panggul.
c.    Faktor metode kontrasepsi yang meliputi penerimaan dan pemakaian berkesinambungan, meliputi : Efektivitas, efek samping minor, kerugian, komplikasi yang potensial dan biaya. (Hartanto H, 2009, Hal. 36-37).



F.    Tinjauan Tentang Tubektomi
1.    Pengertian
a.    Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas (kesuburan) seseorang perempuan
(http:///www.Pkmi-online.com di akses tanggal 28 Juni 2012)
b.    Tubektomi adalah metode kontrasepsi permanen di mana saluran tuba di blokir sehingga sel telur tidak bisa masuk ke dalam rahim (http://www.drdidispog.com di akses tanggal 28 Juni 2012)
c.    Tubektomi adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur wanita yang mengakibatkan orang tidak akan mendapat keturunan lagi.
2.    Macam - Macam Tubektomi
a.    Minilaparotomi
b.    Laparatomi
c.    Kolporomi Posterior
d.    Laparoskopi 
3.    Mekanisme Kerja
Dengan mengokulasi tuba falopii (mengikat dan memotong atau memasang cincin), sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum. (Prawirohardjo S, 2008, Hal. MK-81).



4.    Kelebihan Tubektomi
a.  Motivasi hanya dilakukan satu kali saja, sehingga tidak diperlukan motivasi yang berulang-ulang.
b.  Efektivitas hampir 100%.
c.   Tidak mempengaruhi libido seksualis.
d.  Kegagalan dari pihak pasien tidak ada.
5.    Kekurangan Tubektomi
Tindakan ini dapat dianggap tidak reversibel, walaupun memang ada kemungkinan untuk membuka tuba kembali pada mereka yang akhirnya masih menginginkan anak lagi dengan operasi rekanalisasi.
6.    Indikasi Tubektomi
a.    Usia > 26 tahun
b.    Paritas > 2. (Prawirohardjo S, 2008, Hal. MK-81)
7.    Kontra Indikasi Tubektomi
a.    Hamil (sudah dideteksi atau dicurigai)
b.    Perdarahan pervaginam yang belum terjelaskan (hingga harus  dievaluasi)
c.    Infeksi sistemik atau pelvik yang akut (hingga masalah itu disembuhkan atau dikontrol).
d.    Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilisasi di masa depan
e.    Belum memberi persetujuan tertulis (Saifuddin, 2009).
8.    Waktu Yang Tepat Untuk di Lakukan Tubektomi
Dianjurkan agar tubektomi pasca persalinan sebaiknya dilakukan dalam 24 jam, atau selambat-lambatnya 48 jam setelah bersalin. Tubektomi pasca persalinan lewat 48 jam akan dipersulit oleh edema tuba, infeksi, dan kegagalan. Edema tuba akan berkurang setelah hari ke-7 – 10 pasca persalinan.
9.    Tindakan Pra Tubektomi
Pasien sebelum tindakan puasa selama 12 jam, dan rambut pubis dicukur. Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan pra tubektomi untuk melihat terpengaruhinya syarat kesehatan bagi calon peserta kontap obat yang digunakan sesudah tindakan pembedahan ada baiknya diterangkan bahwa kadang-kadang sesudah tindakan pembedahan akan timbul keterlambatan haid namun tidak lebih dari 2 minggu atau timbul perdarahan dari vagina selama 2– 3 hari sesudah operasi.
10. Tehnik Tubektomi
a.    Minilaparatomi
Metode ini merupakan penyederhanaan laparatomi terdahulu, hanya di perlukan sayatan kecil (sekitar 3 cm) baik pada daerah perut bawah (suprapubik) maupun subumbilikal (pada lingkar pusat bawah) tindakan ini dapat di lakukan terhadap banyak klien dan relatif murah.
Baik untuk masa interval maupun pasca persalinan, pengambilan tuba di lakukan melalui sayatan kecil. Setalah tuba di dapat, kemudian dikeluarkan, diikat, dan dipotong sebagian. Setelah itu, dinding perut di tutup kembali, luka sayatan di tutup dengan kasa yang kering dan steril dan apabila tidak di temukan masalah yang berarti, klien dapat di pulangkan setelah 2-4 jam
b.    Laparatomi
Cara ini mencapai tuba melalui laparatomi biasa, terutama pada pasca persalinan.
c.Kolporomi Posterior
Pasien diletakkan dalam sikap litotomi, dinding belakang vagina dijepit pada jarak 1 dan 3 cm dari servik dengan 2 buah cunam. Lipatan dinding vagina diantara kedua jepitan itu digunting sekaligus sampai menembus. Sedangkan anastesi yang dipakai lebih umum, atau spinal.
d.    Laparaskopi
Prosedur ini memerlukan tenaga spesialis kebidanan dan penyakit kandungan yang telah di latih secara khusus agar pelaksanaannya aman dan efektif. Tekhnik ini dapat dilakukan pada 6-8 minggu pasca persalinan atau setelah abortus (tanpa komplikasi). Seperti halnya minilaparatomi, laparaskopi dapat di gunakan dengan anastesi local dan di perlakukan sebagai klien rawat jalan setelah pelayanan. Laparaskopi juga cocok  untuk klien yang kritis karena tidak banyak menimbulkan rasa tidak enak serta parut lukanya minimal. (Saifuddin AB, 2006, Hal. PK 63-64)
11. Cara Penutupan Tuba
a.    Cara Madlener, yaitu bagian tuba diangkat dengan cunam pean,sehingga terbentuk suatu lipatan terbuka,kemudian dasar dari lipatan tersebut dijepit dengan cunamkuat-kuat, dan selanjutnya dasar itu diikat dengan benang yang tidak dapat di serap pada cara ini tidak di lakukan pemotongan tuba.cara madlener tidak di lakukan oleh karena angka kegagalannya relative tinggi yaitu 1% sampai 3%.
b.    Cara Pomeroy yaitu banyak di lakukan dengan mengangkat bagian tengah dari tuba sehingga membentuk suatu lipatan terbuka, kemudian dasarnya di ikat dengan benag yang dapat di serap, tuba di atas dasar itu di potong, setelah benang pengikat di serap maka ujung-ujung tuba akhirnya terpisah satu sama lain. Angka kegagalannya berkisar antara 0-0,4%
c.    Cara Irving yaitu tuba di potong antara dua ikatan benang yang dapat di serap, ujung proksimal dari tuba di tanamkan  ke dalam ligamentum latum.
d.    Cara Aldridge yaitu peritoneum dari ligamentum latum di buka dan kemudian tuba bagian distal bersama-sama dengan fimbria di tanam ke dalam ligamentum latum.
e.     Cara Ucbida yaitu tuba di tarik keluar abdomen melalui suatu insisi kecil (Minilaparatomi) di atas simpisis pubis. Kemudian di daerah ampula tuba di lakukan suntikan dengan larutan adrenalin dalam air garam di bawah serosa tuba. Akibat suntikan ini, mesosalping di daerah tersebut mengembung. Lalu di buat sayatan kecil di daerah yang kembung tersebut. Serosa di bebaskan dari tuba sepanjang kira-kira    4-5 cm, tuba di cari dan setelah di temukan di jepit, di ikat lalu di gunting. Ujung tuba yang proksimal akan tertanam dengan sendirinya di bawah serosa sedangkan ujung tuba distal di biarkan berada di luar serosa. Luka sayatan di jahit secara kantong tambakau. Angka kegagalannya %.
f.     Cara Kroener yaitu bagian fimbria dari tuba di keluarkan dari lubang operasi. Suatu ikatan dengan benag sutera di buat melalui bagian mesosalping di bawah fimbria. Jahitan ini di ikat dua kali, satu mengelilingi tuba dan yang lain mengelilingi tuba sebelah proksimal dari jahitan sebeluimnya. Seluruh fimbria di potong. Setelah pasti tidak ada perdarahan, maka tuba di kembalikan kedalam rongga perut. Angka kegagalan 0,19%.
12. Penanganan Pasca Tubektomi
a.    Setelah tahap pembedahan, klien dirawat di ruang pulih
b.    selama kurang lebih 4 – 6 jam.
c.    Bila dilakukan anastesi lokal, pemindahan klien dari meja operasi ke kereta dorong ke tempat tidur pulih dilakukan oleh 2 orang perawat dengan mendekatkan kereta dorong ke meja operasi atau ke tempat tidur, bila pasien memperoleh anestesi umum, maka pemindahan pasien dilakukan 3 – 4 orang perawat.
d.    Selama di ruang pulih pasien diobservasi yaitu:
1)    Tanda-Tanda Vital (TTV) ¼ jam pertama, tiap ½ jam kedua dan selanjutnya tiap jam hingga klien pulang.
2)    Rasa nyeri yang timbul mungkin memerlukan tambahan analgesic
3)    Perdarahan dari luka kemaluannya
4)    Suhu  tubuh
5)    Dua jam setelah minilaparatomi dengan anestesi lokal pasien di izinkan pulang, minum dan makan lunak.
6)    Jika kondisi pasien telah stabil dan tidak memperoleh anastesi umum maka pasien tubektomi minilaparatomi pada masa  4 – 6 jam pasca bedah atau pasca keguguran dapat dipulangkan.

e.    Nasihat yang diberikan adalah :
1)    Perawatan luka, diusahakan agar luka tetap kering sebelum sembuh, karena dapat timbul infeksi (maksimal 7 hari)
2)    Jaga kebersihan diri terutama daerah sekitar luka operasi
3)    Segera lapor bila terjadi perdarahan, demam 38°C, nyeri yang hebat, pusing, muntah atau sesak nafas.
4)    Memakai obat yang diberikan yaitu antibiotik profilaktik dan analgesik.
5)    Boleh makan biasa esok harinya, tidak ada pantangan.
6)    Setelah hari ke-3 ganti pembalut dengan kasa bersih dan bubuhi luka operasi dengan salep atau larutan antiseptik
7)    Jangan mengorek luka dari jari atau logam (bila gatal ataupun ingin membersihkan kerak darah atau serum kering)
8)    Jangan melepaskan atau mencabut benang jahitan.
9)    Kontrol ulang.
G.   Tinjauan Umum Tentang Variabel yang Diteliti
1.    Umur ibu
Umur menurut Usman AR dalam buku Manuaba adalah lamanya waktu manusia hidup yang di hitung sejak di lahirkan. (Manuaba I.B.G 2008, Hal. 325)
Umur akseptor merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam pemilihan metode kontrasepsi. Tujuan dan pelayanan kontrasepsi yaitu pemberian dukungan dan pemantapan penerimaan gagasan KB yaitu diwujudkannya keluarga berkualitas, untuk mencapai pelayanan tersebut di kenal dengan 3 fase yaitu:
a.    Fase menunda/mencegah kehamilan, dimana pada fase menunda ini di tujukan pasangan usia subur dengan usia istri kurang dari 20 tahun di anjurkan untuk menunda kehamilannya.
b.    Fase menjarangkan kehamilan, dimana pada periode usia istri antara 20-35 tahun merupakan periode usia paling baik untuk melahirkan dengan jumlah anak 2 orang dan jarak antara kehamilan 2-4 tahun, ini di kenal dengan catur warga.
c.    Fase menghentikan/mengakhiri kehamilan/kesuburan, dimana periode ini umur istri di atas 30 tahun terutama 35 tahun sebaiknya mengakhiri sebuah kesuburan setelah mempunyai 2 orang anak.
(http://www.suaramerdeka.com di akses tanggal 28 Juni 2012).
2.    Paritas
Paritas adalah jumlah kehamilan terdahulu yang telah mencapai viabilitas dan telah dilahirkan tanpa melihat jumlah anak. Kelahiran kembar hanya dihitung satu paritas (Oxorn, 2003).
Paritas > 3 termasuk pada fase menghentikan karena jumlah anak yang terlalu banyak, dimana dapat  membahayakan ibu dan janin pada kehamilan berikutnya. Tindakan tubektomi  merupakan salah satu alat kontrasepsi yang sangat efektif dalam menghentikan kehamilan serta menentukan jumlah anak dalam keluarga. (http://zietraelmart.multiply.com di akses tanggal 28 Juni 2012)
3.    Pendidikan
Tingkat pendidikan erat kaitannya dengan pengetahuan seseorang. Hal ini karena seseorang yang berpendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan yang luas serta memiliki kemampuan untuk menerima informasi lebih tinggi tentang berbagai macam kontrasepsi.
4.    Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap obyek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
H.   Dasar pemikiran Variabel yang Diteliti
Keikutsertaan seseorang dalam memilih dan memakai suatu alat kontrasepsi didasari atas pertimbangan keuntungan dan kerugian dari alat tersebut. Pemilihan alat kontrasepsi tersebut dipengaruhi pula oleh beberapa faktor, dalam hal ini merupakan variabel independent adalah umur dan paritas sedangkan pemilihan alat kontrasepsi suntikan sebagai variabel dependent. Adapun masing-masing variabel diuraikan sebagai berikut :


1.    Umur akseptor
Umur akseptor merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam pemilihan metode kontrasepsi. Tujuan dari pelayanan kontrasepsi yaitu pemberian dukungan dan pemantapan penerimaan gagasan KB yaitu mewujudkan keluarga berkualitas. Untuk mencapai sasaran tersebut dikenal 3 fase, yaitu :
a.    Fase menunda ∕ mencegah kehamilan bagi pasangan usia subur (PUS) dengan usia di bawah 20 tahun. Pada usia ini sebaiknya tidak mempunyai anak dulu karena alat reproduksi pada usia ini belum sempurna.
b.    Fase  menjarangkan  kehamilan  bagi  pasangan usia  subur (PUS) dengan usia istri 20 sampai 30 tahun. Pada usia ini merupakan periode usia yang paling baik melahirkan dengan jumlah anak 2 orang dan jarak antara kehamilan dan kelahiran adalah 2-4 tahun.
c.    Fase mengakhiri ∕ menghentikan kehamilan ∕ kesuburan, dimana umur istri di atas 30 tahun, terutama di atas 35 tahun sebaiknya mengakhiri kesuburan setelah mempunyai 2 orang anak. (Hartanto H, 2007).
2.    Paritas
Keluarga berencana merupakan suatu cara yang efektif untuk mencegah mortalitas ibu dan anak karena dapat menolong pasangan suami istri menghindari kehamilan resiko tinggi. Kehamilan resiko tinggi dapat timbul pada kehamilan setelah 4 kelahiran. Oleh karena itu peranan keluarga berencana begitu penting artinya dalam perencanaan jumlah anggota keluarga.
Paritas adalah jumlah bayi yang dilahirkan oleh seorang ibu tanpa memperhatikan apakah bayi tersebut lahir hidup atau mati. Status paritas yang tertinggi dapat mempengaruhi status kesehatan maupun kesempatan untuk menyediakan waktu dan sumber daya dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan. (Manuaba, IBG, 2008, hal 270).
Rumus 100 artinya umur ibu dikalikan dijumlah anak setidak-tidaknya mendekati angka 100/lebih, contoh : ibu yang berumur 30 tahun dijumlah anak minimal adalah 4 (Santoso, 2006) dan menurut Prawirohardjo (2003), usia ibu > 26 tahun. (Ratnayanti Nasrum, 2014).
3.    Pendidikan
Pengertian pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tingkah laku sesorang atau sekelompok orang  dalam usaha mendewasakan manusia  melalui upaya pengajaran  dan latihan, proses perbuatan dan cara mendidik yang ditinjau dari segi mendapatkannya dapat dibagi :

a.    Pendidkan formal adalah segala bentuk pendidkan atau pelatihan yang diberikan secara teroganisasi dan berjenjang baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus.
b.    Pendidkan informal adalah pendidkan atau pelatihan yang terdapat didalam kelaurga atau masyarakat dalam bentuk tidak terorganisasi.
c.    Pendidkan nonformal adalah segenap latihan yang diberiakan secara terorganisasi di luar pendidikan formal. 
4.    Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang telah diketahui dan mampu diingat oleh ibu sehubungan dengan pemahamannya tentang penggunaan kontrasepsi untuk keluarga berencana yang meliputi pengertian, manfaat, dan keuntungan.
I.      Bagan Kerangka Konseptual
Bagan  kerangka konsep penelitian adalah :

Umur ibu
Paritas
Pendidikan
Pengetehuan

Akseptor Tubektomi
 






       Keterangan:
                               : Variabel yang diteliti
                               : Variabel Independent
                            : Variabel Dependent

J.    Defenisi operasional dan kriteria objektif
1.    Akseptor tubektomi
Akseptor adalah orang yg menerima serta mengikuti (pelaksanaan) program keluarga berencana. Kontrasepsi tubektomi merupakan kontrasepsi jangka panjang (permanen)dan relatif tidak menimbulkan efek samping, tetapi yang menjadi masalah adalah operasi pengembalian fekunditas bagi pasangan yang ingin mengubah rencana untuk menambah anak lagi belum dapat dijamin dan biaya yang diperlukan sangat mahal.
Kriteria Obyektif :
Ya                    : bila akseptor menggunakan kontrasepsi tubektomi
Tidak               :  bila akseptor tidak menggunakan kontrasepsi
                     tubektomi
2.    Umur  Akseptor
Umur yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah lamanya akseptor hidup yang dihitung sejak lahir sampai saat pertama mendapatkan kontrasepsi tubektomi yang diperoleh dari status ibu yang dinyatakan dalam tahun.
Kriteria Obyektif :
a.    Rentang              : Jika usia responden > 26 tahun
b.    Tidak rentang     : Jika usia responden < 26 tahun
3.    Paritas
Paritas adalah jumlah bayi yang dilahirkan oleh seorang ibu tanpa memperhatikan apakah bayi tersebut lahir hidup atau mati.
Kriteria Obyektif :
Tubektomi            : Jika responden memiliki jumlah anak > 2 anak
Tidak tubektomi : Jika responden memiliki jumlah anak < 2 anak
4.    Pendidikan

Yang dimaksud dalam pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah diikuti oleh seseorang dengan memiliki ijazah yang datanya tercatat lengkap di rekam medic Rumah Sakit Umum Lamaddukelleng Sengkang.

Kriteria Objektif :

a.     Resiko Tinggi      :      Jika seseorang telah menyelesaikan Pendidikannya hanya sampai tingkat SMP   dan sederajat ke bawah.

b.     Resiko rendah    :      Jika seseorang telah menyelesaikan Pendidikannya hingga tingkat SMA  dan sederajat ke atas.

5.    Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang telah diketahui dan mampu diingat oleh ibu sehubungan dengan pemahamannya tentang macam-macam kontrasepsi yang meliputi pengertian, manfaat, keuntungan, lama dan waktu penggunaannya yang diperoleh berdasarkan jawaban dari pertanyaan yang diajukan melalui kuisioner dengan kriteria obyektif :
a.     Cukup       :      jika jumlah jawaban yang benar 70 % dari     pertanyaan yang diajukan melalui kuisioner
b.     Kurang     :      jika jawaban < 70 % dari pertanyaan yang diajukan melalui   kuisioner.
K.   Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan pendekatan deskriptif, bermaksud mendapatkan Gambaran Karakteristik Akseptor Tubektomi di Rumah Sakit Wahidin Makassar  data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dan catatan medic atau buku partus ibu yang dilayani dan dirawat di Rumah Sakit Wahidin Makassar.

L.    Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Wahidin Makassar  pada tanggal 26 s.d 28 Juni 2014 dengan pertimbangan bahwa rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit yang memiliki kelengkapan status yang diperlukan dalam pengumpulan data dan Rumah sakit tersebut adalah rumah sakit rujukan yang melayani seluruh lapisan masyarakat.
M.   Populasi dan Sampel
1.    Populasi
Populasi  dalam   penelitian   ini   adalah   semua   ibu    yang  menggunakan alat kontrasepsi tubektomi di Rumah Sakit Wahidin Makassar sebanyak 77 orang.
2.    Sampel
Sampel adalah semua ibu yang menggunakan alat kontrasepsi tubektomi sebanyak 77 orang, sebagaimana tercatat dalam buku register pasien atau medical record di Rumah Sakit Wahidin Makassar  dan mempunyai data yang lengkap sesuai dengan variabel yang diteliti.
N.   Prosedur pengambilan sampel
Sampel diambil secara Sampel Total atau Sampling Jenuh adalah sampel yang mewakili jumlah populasi. Biasanya dilakukan jika populasi dianggap kecil atau kurang dari 100. Saya sendiri lebih senang menyebutnya total sampling.
O.   Metode Pengumpulan Data
Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari Medical Record di Rumah Sakit Wahidin Makassar dengan cara melakukan pengisian pada daftar isian yang telah dipersiapkan sebelumnya berdasarkan variabel yang diteliti.
P.   Pengolahan dan Penyajian Data
1.    Pengolahan data
Pengolahan data dilakukan secara manual dengan menggunakan kalkulator berdasarkan variabel yang diteliti.
2.    Penyajian data
Data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dengan presentase dan penjelasan tabel.
Q.   Analisa data
Data dianalisa secara deskriptif menggunakan rumus :
Keterangan :
P    =   Persentase yang dicari
f      =   Jumlah pengamat (observasi)
n    =   Jumlah sampel
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment