HUBUNGAN KEJADIAN
HIPEREMESIS DENGAN PEMENUHAN GIZI PADA IBU HAMIL DI RSUD KABUPATEN WAJO
A.
Latar Belakang
Pembangunan nasional bertujuan mendorong tercapainya
kesejahteraan keluarga sebagai unit terkecil kehidupan bangsa. Kemandirian
keluarga akan menentukan secara berantai kehidupan bangsa secara nasional.
Semakin diterima konsep pelayanan kesehatan modern, angka kesakitan dan
kematian ibu dan perinatal akan semakin dapat dikendalikan (Manuaba I.B.G, 2011).
Kehamilan adalah hal yang fisiologis yang dimulai dari
konsepsi sampai lahirnya janin, melibatkan perubahan fisik maupun emosional
dari ibu serta perubahan sosial dalam keluarga, ibu hamil akan beradaptasi
dengan perubahan fisiologis diantaranya perubahan pada sistem pencernaan
(Prawirohardjo S, 2010).
Mual dan
muntah merupakan salah satu perubahan fungsi pencernaan yang paling sering
terjadi pada kehamilan muda. Mual biasanya terjadi pada pagi hari, bisa setiap
saat dan malam hari. Gejala-gejala
ini kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan
berlangsung selama sekitar 10 minggu (Arifin,
2011).
Hiperemesis gravidarum bila terjadi
terus-menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak seimbangnya elektrolit
dalam tubuh. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena muntah
menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraselurer dan plasma berkurang,
beberapa sistem tubuh akan terpengaruh jika hiperemesis gravidarum meluas atau
jika tidak mendapat penanganan baik akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas
ibu (Arifin, 2011).
Menurut World Health Organitation (WHO) memperkirakan lebih dari 500.000
perempuan meninggal setiap tahun akibat kehamilan dan persalinan, di Indonesia pada tahun 2012, angka kematian
ibu (AKI) masih yang tertinggi di ASIA yaitu 226/100.000 kelahiran hidup yang
menunjukkan masih jauhnya dari target Millennium Development Goals (MDGs) untuk
menurunkan AKI di Indonesia sebanyak 75 persen pada 2015 (Mufida Blog, 2013).
Data
yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Selatan pada tahun 2012 tidak ada laporan yang spesifik tentang jumlah ibu
hamil dengan hiperemesis gravidarum, semuanya direkapitulasi menjadi angka
kematian ibu sebanyak 121 orang
(Dinkes Sulsel 2012).
Di Rumah Sakit Umum Daerah Lamaddukelleng
pada tahun 2012 tidak ada kematian ibu, dan presentasi pasien yang dirawat
dengan hiperemesis gravidarum sebanyak 44 orang (2,66%) dari 1653 kunjungan.
Sekalipun batas mual dan muntah yang
fisiologis dan patologis tidak jelas,tetapi muntah yang menimbulkan gangguan
kehidupan sehari-hari dan dehidrasi memberikan petunjuk bahwa wanita hamil
telah memerlukan perawatan yang intensif (Chandranita M, 2010).
Penyebab hiperemesis gravidarum tidak
diketahui dengan pasti tetapi beberapa faktor predisposisi yang dianggap berperan adalah faktor
adaptasi dan hormonal dimana sebagian kecil primigravida belum mampu
beradpatasi hormone estrogen dan krionik gonadotropin, faktor psikologis
misalnya menolak kehamilannya, takut kehilangan pekerjaan dan faktor alergi
misalnya invasi jaringan villi korialis yang masuk kedalam peredaran darah ibu
(Chandranita M, 2010).
Menurut penelitian sekitar 50% sampai 80% ibu hamil
mengalami mual dan muntah dan kira-kira 5% mengalami hipermesis gravidarum atau
mual dan muntah yang berlebihan sehingga membutuhkan penanganan untuk
penggantian cairan dan koreksi ketidak seimbangan elektrolit yang dapat
meningkatkan risiko kematian ibu dan janinnya (Walsh, 2010).
Hiperemesis gravidarum merupakan
penyebab tidak langsung kematian ibu jika tidak segera ditangani, sehingga
penulis ingin melakukan penelitian tentang gambaran kejadian hiperemesis
gravidarum di Rumah Sakit Umum Lamaddukelleng kabupaten wajo Tahun 2013.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka
penulis dapat merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1.
Bagaimakah gambaran kejadian hiperemesis
gravidarum berdasarkan pendidikan ibu di Rumah Sakit Umum Daerah Lamaddukelleng
kabupaten wajo Tahun 2013
?
2.
Bagaimakah gambaran kejadian hiperemesis gravidarum berdasarkan
umur ibu di Rumah Sakit Umum
Lamaddukelleng
kabupaten wajo Tahun 2013?
3.
Bagaimakah gambaran kejadian hiperemesis
gravidarum berdasarkan usia kehamilan di Rumah Sakit Umum Lamaddukelleng kabupaten wajo Tahun 2013 ?
C.
Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran kejadian
hiperemesis gravidarum di Rumah Sakit Umum Daerah Lamaddukelleng kabupaten wajo Tahun 2013.
2.
Tujuan Khusus
a.
Diketahuinya gambaran kejadian
hiperemesis gravidarum berdasarkan pendidikan ibu di Rumah Sakit Umum Lamaddukelleng kabupaten wajo Tahun 2013.
b.
Diketahuinya gambaran kejadian
hiperemesis gravidarum berdasarkan umur ibu di Rumah Sakit Umum Daerah Lamaddukelleng
kabupaten wajo Tahun 2013.
c.
Diketahuinya gambaran kejadian
hiperemesis gravidarum berdasarkan umur kehamilan di
Rumah Sakit Umum Daerah Lamaddukelleng
kabupaten wajo Tahun 2013.
D. Manfaat penelitian
1.
Manfaat ilmiah
Diharapkan
dapat memberikan sumber ilmiah bagi dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan.
2.
Manfaat bagi institusi pendidikan
Sebagai pedoman bagi teman-teman yang
ada di institusi untuk penulisan karya tulis ilmiah berikutnya.
3. Manfaat bagi masyarakat
Sebagai salah satu sumber
bacaan/informasi mengenai hiperemesis gravidarum.
4.
Manfaat bagi peneliti
Merupakan pengalaman yang berharga bagi peneliti sebagai peneliti pemula
khususnya tentang hiperemesis gravidarum.
E. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Umum tentang Kehamilan
1. Pengertian
a.Proses kehamilan merupakan mata rantai yang berkesinambungan yang
terdiri dari ovulasi pelepasan ovum, terjadi migrasi spermatozoa dan ovum,
terjadi konsepsi dan pertumbuhan zigot, terjadi nidasi pada uterus, pembentukan placenta serta tumbuh kembang hasil konsepsi
sampai aterm (Manuaba I.B.G, 2011).
b. Kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin,
dengan lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu)
dihitung dari hari pertama haid terakhir (Saifuddin
A.B, 2012).
2. Perubahan fisiologis yang terjadi pada kehamilan
a. Sistem reproduksi
1.
Uterus
Uterus akan membesar pada bulan-bulan
pertama di bawah pengaruh estrogen dan progesteron yang kadarnya
meningkat. Pembesaran ini disebabkan oleh hipertropi otot polos uterus. Di samping itu serabut-serabut kolagen yang
adapun menjadi higroskopik akibat meningkatnya kadar estrogen sehingga uterus
dapat mengikuti pertumbuhan janin. Pada
minggu-minggu pertama, istmus uteri mengadakan hipertropi seperti korpus uteri.
Hipertropi istmus pada triwulan pertama membuat istmus menjadi panjang dan
lebih lunak. Pada triwulan terakhir istmus lebih nyata menjadi bagian korpus
uteri dan berkembang menjadi segmen bawah uterus. Pada kehamilan tua karena
kontraksi otot-otot bagian uterus, segmen bawah uterus menjadi lebih lebar dan
tipis. Tampak batas yang nyata antara bagian atas yang lebih tebal dan segmen
bawah yang lebih tipis. Uterus mengalami peningkatan ukuran dan perubahan
bentuk. Endometrium menebal menjadi desidua. Ketiga lapisan miometrium menjadi
semakin jelas karena otot uterus mengalami hiperplasia (pembentukan sel baru)
dan hipertrofi (peningkatan panjang dan ketebalan serat otot yang sudah ada).
Seiring dengan kemajuan kehamilan, saat timbul dan kecepatan potensial akan
miometrium berubah, sedangkan sel otot meningkatkan kandungan protein
kontraktil, taut celah, retikulum sarkoplasma dan mitokondria. Selama kehamilan
uterus tidak pernah benar-benar tenang dan selalu memperlihatkan aktivitas
frekuensi rendah (Coad, 2011).
Gambar 1. Tinggi fundus uteri dalam kehamilan
(Sumber : Helen Varney, 2012)
2.
Ovarium
Proses ovulasi
selama kehamilan akan terhenti dan pematangan folikel baru juga tertunda. Hanya
satu korpus luteum yang ditemukan di ovarium. Folikel ini akan berfungsi
maksimal selama 6-7 minggu awal kehamilan dan setelah itu akan berperan sebagai
penghasil progesteron dalam jumlah yang relative minimal.
Relaksin suatu hormon protein
yang mempunyai struktur mirip dengan insulin dan insulin growth faktor I dan
II, disekresikan oleh korpus luteum, desidua, plasenta dan hati. Aksi biologi
utamanya adalah salam proses remodeling
jaringan ikat pada saluran
reproduksi, yang kemudian akan mengakomodasi kehamilan dan keberhasilan proses
persalinan. Perannya belum diketahui secara menyeluruh, tetapi diketahui
mempunyai efek pada perubahan struktur biokimia serviks dan kontraksi miometrium
yang akan berimplikasi pada kehamilan preterm (Prawirohardjo S, 2011).
3.
Vagina
dan perineum
Selama kehamilan
peningkatan vaskularisasi dan hyperemia terlihat jelas pada kulit dan otot-otot
perineum dan vulva, sehingga pada vagina akan terlihat berwarna keungu-unguan
yang dikenal dengan tanda Chadwick. Perubahan ini meliputi penipisan mukosa dan
hilangnya sejumlah jaringan ikat dan hipertrofi dari sel-sel otot polos.
Dinding vagina
mengalami banyak perubahan yang merupakan persiapan untuk mengalami peregangan
pada waktu persalinan dengan meningkatnya ketebalan mukosa, mengendornya
jaringan ikat, dan hipertrofi sel otot polos. Perubahan ini mengakibatkan
bertambah panjangnya dinding vagina. Papilla mukosa juga mengalami hipertrofi
dengan gambaran seperti paku sepatu (Coad, 2012).
Peningkatan volume
sekresi vagina juga terjadi, dimana sekresi akan berwarna keputihan, menebal
dan pH antara 3,5 – 6 yang merupakan
hasil dari peningkaan produksi asam laktat glikogen yang dihasilkan oleh
epithel vagina sebagai aksi dari lactobacillus
acidophilus. Aliran darah ke vagina meningkat yang menyebabkan jaringan
vagina melunak dan lebih dapat diregang (Coad, 2011).
4. Serviks uteri
Satu bulan setelah konsepsi
serviks akan menjadi lunak dan kebiruan. Perubahan ini terjadi akibat
penambahan vaskularisasi dan terjadinya edema pada seluruh serviks, bersamaan
dengan terjadinya hipertrofi dan hyperplasia pada kelenjar-kelejar serviks.
Pada akhir
trimester pertama kehamilan, berkas kolagen menjadi kurang kuat terbungkus. Hal
ini terjadi akibat penurunan konsentrasi kolagen secara keseluruhan. Dengan
sel-sel otot polos dan jaringan elastis, serabut kolagen bersatu dengan arah
parallel terhadap sesamanya sehingga serviks menjadi lunak dibanding kondisi
tidak hamil, tetapi tetap mampu mempertahankan kehamilan.
Pada saat kehamilan
mendekati aterm, terjadi penurunan lebih lanjut dari konsentrasi kolagen.
Konsentrasinya menurun secara nyata dari keadaan relatif dilusi dalam keadaan
menyebar (dispersi) dan menjadi serat.
Proses perbaikan
serviks terjadi setelah persalinan sehingga siklus kehamilan yang berikutnya
akan berulang. Waktu yang tidak tepat bagi perubahan kompleks ini mengakibatkan
persalinan preterm, penundaan persalinan menjadi posterm dan bahkan gangguan
persalinan spontan. Serviks melebar selama kehamilan. Estrogen meningkatkan
pasokan darah ke serviks yang menyebabkan warga ungu pucat dan tekstur jaringan
yang lebih lunak. Mukosa serviks mengeluarkan mucus kental, yang membentuk
suatu sumbat atau operkulum untuk melindungi serviks dari infeksi asendens
(Coad, 2011).
4.
Payudara
Payudara mengalami
perubahan-perubahan sebagai persiapan untuk memberikan ASI pada masa laktasi.
Payudara akan tampak menjadi lebih besar, areola menjadi lebih hitam dan payudara
lebih menonjol. Perubahan ini disebabkan
oleh pengaruh hormon estrogen, progesteron dan hormon somatotropin. Estrogen
menimbulkan hipertropi sistem saluran, progesteron menambah sel-sel acinus
sedangkan somatotropin mempengaruhi pertumbuhan sel-sel accinus dan menimbulkan
perubahan dalam sel-sel sehingga perubahan kasein, lactalglobulin dan
lactalbumin, dengan demikian mamma dipersiapkan untuk laktasi. Karena adanya
peningkatan suplai darah di bawah pengaruh aktivitas hormon, jaringan glandular
dari payudara membesar dan puting menjadi lebih efektif walaupun perubahan
payudara dalam bentuk yang membesar terjadi pada waktu menjelang
persalian.Hormon pertunbuhan dan glukokortikoid juga mempunyai peranan penting
dalam perkembangan ini. Prolaktin merangsang produksi kolostrum dan air susu
pada ibu (Salmah, 2013).
b. Sistem pernapasan
Kehamilan sangat sedikit mempengaruhi
sistem respirasi dibandingkan sistem kardiovaskuler. Tetapi perubahan yang
terjadi menyebabkan ketidaknyamanan dan keadaan yang tidak menyenangkan pada
kehamilan dan penyakit sistem respirasi bisa menjadi lebih parah karena
kehamilan.
Pada kehamilan lanjut, biasanya 32 minggu ke
atas tidak jarang ibu mengeluh sesak nafas. Hal ini disebabkan oleh usus-usus yang tertekan ke arah diafragma
akibat pembesaran uterus.
Usaha pernapasan ibu harus meningkat pada
kehamilan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik jaringan ibu dan
janin. Pada akhir kehamilan, konsumsi oksigen meningkat sebesar 16-20%, dan
sistem pernapasan juga dipengaruhi oleh volume uterus yang membesar (Coad, 2011).
c. Sistem pencernaan
Pada bulan-bulan pertama kehamilan terdapat
perasaan enek, mual dan muntah. Mungkin ini disebabkan oleh kadar hormon
estrogen yang meningkat. Tonus otot-otot tractus digestivus menurun, sehingga
motilitas seluruh tractus digestivus juga berkurang. Makanan lebih lama berada
di dalam lambung dan apa yang telah dicernakan lebih lama berada di dalam usus.
Peningkatan asupan makanan cenderung meningkat pada awal kehamilan. Dan pada
kehamilan tahap lanjut, baik nafsu makan maupun kapasitas untuk asupan makanan
menurun karena pergeseran lambung keatas dan tekanan dari uterus yang gravid.
Estrogen menekan nafsu makan, tetapi progesteron merangsangnya, menyebabkan
pergeseran pada pengendalian sentral keseimbangan energi. Penurunan kadar
glukosa dan asam amino plasma, yang disebabkan oleh peningkatan kepekaan
terhadap insulin, juga merangsang nafsu makan (Coad, 2010)
d. Sistem urinaria
Pada bulan-bulan pertama kehamilan, kandung
kencing tertekan oleh uterus yang mulai membesar sehingga timbul sering
kencing. Keadaan ini hilang dengan makin tuanya kehamilan bila uterus sudah
keluar dari rongga panggul. Pada akhir kehamilan, bila bagian terendah janin
mulai turun ke bawah pintu atas panggul, keluhan sering kencing akan timbul
lagi karena kandung kencing mulai tertekan kembali. Tonus kandung kemih menurun
pada aterm dapat mencapai satu liter. Penurunan tonus kandung kemih dan
bergesernya ureter oleh uterus yang membesar dapat mempengaruhi kompetensi sfingter
vesikouretra (Coad, 2011).
e. Metabolisme dalam kehamilan
Pada wanita hamil Basal Metabolisme Rate
(BMR) meninggi, sistem endokrin juga meninggi dan nampak lebih jelas kelenjar
gondoknya. Basal metabolisme rate meningkat hingga 15 – 20 % yang umumnya
ditemukan pada triwulan terakhir. Kalori yang dibutuhkan untuk itu diperoleh
terutama dari pembakaran hidrat arang, khususnya sesudah kehamilan 20 minggu ke
atas. Sistem gastrointestinal berubah selama kehamilan disertai juga perubahan
pada metabolisme karbohidrat, Protein dan lemak. Perubahan ini terjadi karena
Human Plasenta Laktogen (HPL) ini, menjadi glukosa siap diserap oleh tubuh dan
digunakan untuk perkembangan otak fetus, juga melindungi ibu dari defisiensi
nutrisi. Kebutuhan nutrisi janin meningkat pada waktu trimester II kehamilan
dan juga terjadi peningkatan insulin, pergerakan lemak yang mepengaruhi
peningkatan konsentrasi glukosa dan asam lemak yang disalurkan ke ibu sebagai
suplai energy ekstra (Salmah,
2009).
Metabolisme karbohidrat ibu hamil sangat
kompleks, karena terdapat kecenderungan peningkatan ekskresi dextrose dalam
urine. Hal ini ditunjukkan oleh frekuensi glukosuria ibu hamil yang relatif
tinggi dan adanya glukosuria pada kebanyakan wanita hamil setelah mendapat 100
gram dextrose peroral. Normalnya, pada wanita hamil tidak terdapat glukosuria.
Kebutuhan lebih kurang 65% dari total kalori sehingga perlu penambahan. Dan
metabolisme protein dibutuhkan untuk pertumbuhan janin, uterus, payudara,
hormon, penambahan cairan darah ibu, dan persiapan laktasi. Kebutuhan protein
adalah 9 gram/hari. Sebanyak 1/3 dari protein hewan mempunyai nilai biologis
tinggi. Kebutuhan protein untuk fetus adalah 925 gram selama 9 bulan. Efisiensi
protein adalah 70%, terdapat protein loss
di urine +30% (Yulaikah, 2009).
3. Perubahan
psikologis pada kehamilan (Varney, 2011).
a.
Trimester pertama (1 - 3
bulan)
Periode penyesuaian diri, dan
penungguan kehamilan dimana ibu merasakan
kecemasan dan kekecewaan, terutama pada ibu hamil pertama yang merupakan
pengalaman baru dalam hidupnya.
Sebagian besar wanita mengalami
kegembiraan tertentu karena mereka telah dapat menyesuaikan diri dengan rencana
membentuk hidup baru, karena tubuh dan emosinya seluruhnya berhubungan
perubahan fisik dapat mempengaruhi emosinya. Calon ibu akan merasa tidak sehat
benar dan umumnya mengalami depresi.
b. Trimester kedua (4 - 6 bulan )
Periode yang
menyenangkan. Sebagian besar wanita hamil merasa sehat. Morning sickness telah
hilang, ia telah menerima kehamilannya dan ia menggunakan pikiran dan energinya
lebih konstruktif. Janin masih kecil dan belum menyebabkan ketidaknyamanan
dengan ukurannya. Selama trimester ini, terjadi quicening ketika ibu merasa
gerakan bayinya pertama kali. Pengalaman
tersebut menandakan pertumbuhan serta kehadiran mahluk baru, dan hal ini sering
menyebabkan calon ibu memiliki dorongan psikologis.
c. Trimester ketiga (7 - 9 bulan )
Periode penungguan ditandai dengan
klimak kegembiraan, emosi karena kelahiran bayi sekitar bulan ke 8 mungkin
terjadi periode tidak semangat dan depresi, ketika bayi membesar dan ketidak
nyamanan bertambah. Calon ibu menjadi lelah dan menunggu nampaknya terlalu
lama. Sekitar dua minggu sebelum melahirkan sebagian besar wanita mulai
mengalami perasaan senang, yang mencapai
klimaknya sekitar 24 jam
setelah persalinan.
4. Diagnosis kehamilan (Varney, 2011)
Pada wanita hamil terdapat tanda dan
gejala antara lain:
a.
Tanda tidak pasti hamil
1)
Amenorhoe
2)
Mual dan muntah
3)
Pembesaran buah dada
4)
Sering kencing
5)
Pigmentasi kulit
b.
Tanda mungkin hamil
1) Uterus membesar dan menjadi perubahan dalam bentuk,
besar dan konsistensi dari uterus
2) Uterus membesar ke salah satu jaringan hingga
menonjol jelas kejurusan pembesaran tersebut dikenal dengan tanda piskacek
3)
Serviks menjadi lembut
dari keadaan keras seperti cuping hidung. Pada wanita hamil menjadi
lembut seperti bibir (tanda goodellls)
4)
Ismus uteri menjadi lembut (softening) dan
lebih padat (Ciompressibility), tanda ini dikenal dengan tanda hegar
5)
Vagina dan vulva tampak lebih merah, agak
kebiruan (tanda Chadwick)
6) Bila uterus dirangsang mudah berkontraksi (tanda
Braxton hicks)
c.
Tanda pasti hamil
1)
Gerakan janin dapat dilihat, dirasa, diraba
begitupun dengan bagian janin
2)
Terdengarnya denyut jantung janin
3)
Pada pemeriksaan dengan foto rontgen tampak
kerangka janin
5. Penatalaksanaan kehamilan
(Saifuddin A.B, 2011)
a. Kebijakan Program
Pemeriksaan pertama kali yang ideal
adalah sedini mungkin ketika haidnya terlambat satu bulan.
Kunjungan antenatal sebaiknya
dilakukan paling sedikit 4 kali selama hamil:
1) Satu kali pada triwulan pertama
2) Satu kali pada triwulan kedua
3) Dua kali pada triwulan ketiga
Pelayanan / asuhan
standar minimal termasuk “7 T” :
(1) Timbang
berat badan
(2) Ukur tekanan
darah
(3) Ukur tinggi
fundus uteri
(4) Pemberian
imunisasi Tetanus Toxoid
(5) Pemberian
tablet zat besi, minimal 90 tablet selama kehamilan
(6) Tes terhadap
penyakit menular seksual (PMS)
(7) Temu wicara
dalam rangka persiapan rujukan.
b. Kebijakan Teknis
Setiap kehamilan dapat berkembang
menjadi masalah atau komplikasi setiap saat.
Penatalaksanaan ibu hamil secara
keseluruhan meliputi komponen-komponen sebagai berikut :
1) Mengupayakan kehamilan yang sehat.
2) Melakukan deteksi dini komplikasi, melaksanakan
penatalaksaan awal serta rujukan bila diperlukan.
3) Persiapan persalinan yang bersih dan aman.
4) Perencanaan antisipasi dan persiapan dini
untuk melakukan rujukan jika terjadi
komplikasi.
c. Informasi
penting untuk setiap kunjungan antenatal
1) Trimester pertama (sebelum minggu ke-14).
a) Membangun hubungan saling percaya antara petugas
kesehatan dan ibu hamil
b)
Mendeteksi
masalah dan menanganinya
c)
Melakukan tindakan pencegahan seperti tetanus
neonatorum, anemia kekurangan zat besi, penggunaan praktek tradisional yang
merugikan
d) Memulai persiapan kelahiran bayi dan kesiapan untuk
menghadapi komplikasi
e) Mendorong perilaku yang sehat (gizi, latihan, dan
kebersihan, istirahat, dan sebagainya).
2) Trimester II (sebelum minggu ke-28)
a)
Sama pada trimester pertama
b)
Kewaspadaan khususnya mengenai preeklampsia
(tanya ibu tentang gejala–gejala
preeklampsia, pantau tekanan darah, evaluasi oedema, periksa untuk mengenai
proteinuri)
3) Trimester III
(antara minggu ke-28 – ke-36)
Palpasi abdominal untuk mengetahui
apakah ada kehamilan ganda
4)
Trimester
III (setelah 36 minggu)
Deteksi letak bayi yang tidak normal atau kondisi lain
yang memerlukan kelahiran dirumah sakit.
2. Tinjauan Umum tentang Hiperemesis Gravidarum
a.
Pengertian
a.
Hiperemesis gravidarum adalah keadaan klinis
yang memerlukan perawatan seperti muntah yang berlebihan yang menyebabkan
dehidrasi, berat badan menurun, keluhan mental berupa delirium, dipolopia,
nistagmus dan terdapat benda keton dalam urine (Manuba I.B.G, 2011).
b.
Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi pada awal kehamilan
sampai umur kehamilan 20 minggu. Keluhan muntah kadang-kadang begitu hebat
dimana segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan sehingga dapat mempengaruhi
keadaan umum dan menganggu pekerjaan sehari-hari, berat dan menurun, dehidrasi,
terdapat aseton dalam urin (Prawirohardjo S, 2011).
Dari kedua pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan
akibat pengaruh dari kehamilan yang dapat menyebabkan dehidrasi dan jika tidak
ditangani dapat memperburuk keadaan ibu dan janinnya.
6)
Etiologi (Manuaba I.B.G, 2011).
Penyebab gestosis-hiperemesis gravidarum
tidak diketahui dengan pasti, tetapi diduga terdapat beberapa faktor sebagai
berikut:
a.
Psikologis, tergantung pada:
1)
Apakah ibu dapat menerima kehamilannya.
2)
Apakah kehamilannya diinginkan atau tidak.
b.
Fisik:
1)
Terdapat kemungkinan masuknya vili khorealis
kedalam sirkulasi ibu.
2)
Terdapat peningkatan yang mencolok atau belum
beradaptasi dengan kenaikan hormone Human
Chorionic Gonadotropin (HCG).
3)
Faktor konsentrasi Human Chorionic Gonadotropin yang tinggi:
a)
Primigravida lebih sering dari multigravida.
b)
Semakin meningkat pada mola hidatidosa, hamil
ganda dan hidramnion.
4)
Faktor gizi/anemia meningkatkan terjadinya
hiperemesis gravidarum.
7)
Phatofisiologi (Prawirohardjo S, 2011)
Diawali
dengan muntah yang berlebihan sehingga menimbulkan dehidrasi, tekanan darah
turun, dan dieresis menurun. Hal ini menimbulkan perfusi kejaringan menurun
untuk memberikan nutrisi dan mengonsumsi O2.
Oleh
karena itu terjadi perubahan metabolisme menuju kearah anaerobic yang
menimbulkan benda keton dan asam laktat. Muntah yang berlebihan dapat
menimbulkan perubahan elektrolit sehingga PH darah menjadi lebih tinggi.
Dampak
dari semua masalah tersebut menimbulkan gangguan fungsi vital berikut ini:
a.
Liver:
1) Dehidrasi
yang menimbulkan konsumsi O2 menurun.
2) Gangguan
fungsi sel liver dan terjadi ikterus.
3)
Terjadi perdarahan pada parenkim liver
sehingga menyebabkan gangguan fungsi umum.
b.
Ginjal:
1)
Dehidrasi, penurunan diuresisi sehingga sisa
metabolism tertimbun, seperti:
a)
Asam laktat.
b)
Benda keton.
2)
Terjadi perdarahan dan nekrosis sel ginjal.
a)
Diuresis berkurang bahkan dapat anuria.
b)
Mungkin terjadi albuminuria.
3)
Sistem syaraf pusat.
a)
Terjadi nekrosis dan perdarahan otak
diantaranya perdarahan ventrikel.
b)
Dehidrasi system jaringan otak dan adanya
benda keton dapat merusak system syaraf pusat yang menimbulkan kelainan enselofati
Wenicke dengan gejala:
(1) Nistagmus.
(2) Gangguan
kesadaran dan mental serta diplopia.
8)
Gejala dan tingkat
Hiperemesis gravidarum, menurut
berat ringannya gejala dapat dibagi dalam 3 (tiga) tingkatan yaitu:
a.
Tingkatan I:
Muntah terus menerus yang mempengaruhi
keadaan umum penderita, ibu merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan
menurun dan nyeri pada epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100 kali per menit,
tekanan darah sistol menurun turgor kulit berkurang, lidah mengering dan mata
cekung (Prawirohardjo S, 2011).
b.
Tingkatan II :
Penderita tampak lebih lemah dan
apatis, turgor kulit lebih berkurang, lidah mengering dan nampak kotor, nadi
kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit ikterus. Berat badan
menurun dan mata menjadi cekung, tensi rendah, hemokonsentrasi, oliguri dan
konstipasi. Aseton dapat tercium dalam hawa pernapasan, karena mempunyai aroma
yang khas dan dapat pula ditemukan dalam kencing (Prawirohardjo S, 2011).
c.
Tingkatan III:
Keadaan umum lebih parah, muntah
berhenti, kesadaran menurun dan somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat,
suhu badan meningkat dan tensi menurun. Komplikasi fatal dapat terjadi pada
susunan saraf yang dikenal sebagai ensefalopati Wemicke, dengan gejala :
nistagtnus dan diplopia. Keadaan
ini adalah akibat sangat kekurangan zat makanan, termasuk vitamin B kompleks.
Timbulnya ikterus adalah tanda adanya payah hati (Prawirohardjo S, 2011).
9)
Diagnosis
Diagnosis hiperemesis
gravidarum biasanya tidak sukar. Harus ditentukan adanya kehamilan muda dan
muntah yang terus menerus, sehingga mempengaruhi keadaan umum. Namun demikian
harus dipikirkan kehamilan muda dengan penyakit pielonefritis, hepatitis, ulkus
ventrikuli dan tumor serebri yang dapat pula memberikan gejala muntah.
Hiperemesis gravidarum
yang terus menerus dapat menyebabkan kekurangan makanan yang dapat mempengaruhi
perkembangan janin, sehingga pengobatan
perlu segera diberikan (Manuaba I.B.G, 2012).
10) Penanganan (Prawirohardjo S, 2011)
a.
Tingkat I
1)
Tidak perlu dirawat di rumah sakit
2)
Memberikan informasi dan edukasi tentang
kehamilan kepada ibu-ibu dengan maksud menghilangkan faktor psikis rasa takut.
3)
Perlu diyakinkan pada
penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan, hilangkan rasa takut oleh karena
kehamilan, kurangi pekerjaan yang serta menghilangkan masalah dan konflik, yang
kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini.
4)
Diet ibu hamil, makan jangan sekaligus
banyak, tetapi dalam porsi sedikit-sedikit namun sering. Jangan tiba-tiba
berdiri waktu bangun pagi, akan terasa oyong, mual dan muntah.
5)
Terapi obat, menggunakan sedative, vitamin,
anti muntah, dan antasida
b.
Tingkat II dan III
1)
Hiperemesis gravidarum tingkat II dan III
harus dirawat inap di rumah sakit.
2)
Isolasi. Jangan terlalu banyak tamu, kalau
perlu hanya perawat dan dokter saja yang masuk. Kadang kala hal ini saja, tanpa pengobatan khusus telah
mengurangi mual dan muntah.
3)
Terapi psikologik.
Berikan pengertian bahwa kehamilan suatu hal yang wajar, normal, dan fisiologi,
jadi tidak perlu takut dan khawatir, cari dan hilangkan faktor psiologis
seperti keadaan sosio ekonomi dan pekerjaan lingkungan.
4)
Berikan cairan-
parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukosa 5% dalam
cairan garam fisiologik sebanyak 2-3 liter per hari. Bila perlu dapat ditambah
Kalium dan vitamin, khususnya vitamin B kompleks dan vitamin C. Bila ada
kekurangan protein, dapat diberikan pula asam amino secara intra vena.
5)
Makanan hanya berupa
roti kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1-2
jam sesudahnya. Makanan ini kurang dalam semua zat - zat gizi, kecuali vitamin
C, karena itu hanya diberikan selama beberapa hari.
6)
Pada beberapa kasus dan bila terapi tidak dapat dengan cepat memperbaiki
keadaan umum, dapat di pertimbangkan suatu abortus buatan.
3. Tinjuan Umum tentang Variabel yang Diteliti
- Hiperemesis gravidarum adalah keadaan klinis yang memerlukan perawatan seperti muntah yang berlebihan yang berlebihan yang menyebabkan dehidrasi, berat badan menurun, keluhan mental berupa delirium, dipolopia, nistagmus dan terdapat benda keton dalam urine. Dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu:
a.
Tingkatan I:
Muntah terus menerus yang
mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa lemah, nafsu makan tidak ada,
berat badan menurun dan nyeri pada epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100 kali
per menit, tekanan darah sistol menurun turgor kulit berkurang, lidah mengering
dan mata cekung (Prawirohardjo S, 2011).
Tingkatan II :
Penderita tampak lebih lemah dan
apatis, turgor kulit lebih berkurang, lidah mengering dan nampak kotor, nadi
kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit ikterus. Berat badan
menurun dan mata menjadi cekung, tensi rendah, hemokonsentrasi, oliguri dan konstipasi.
Aseton dapat tercium dalam hawa pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas
dan dapat pula ditemukan dalam kencing (Prawirohardjo S, 2011).
b.
Tingkatan III:
Keadaan umum lebih parah, muntah
berhenti, kesadaran menurun dan somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat,
suhu badan meningkat dan tensi menurun. Komplikasi fatal dapat terjadi pada
susunan saraf yang dikenal sebagai ensefalopati Wemicke, dengan gejala :
nistagtnus dan diplopia. Keadaan
ini adalah akibat sangat kekurangan zat makanan, termasuk vitamin B kompleks.
Timbulnya ikterus adalah tanda adanya payah hati.
(Prawirohardjo S, 2011)
- Pendidikan
a. Pengertian pendidikan adalah
proses perubahan sikap dan tingkah laku sesorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan dan cara
mendidik yang ditinjau dari segi
mendapatkannya dapat dibagi :
1) Pendidkan formal adalah segala bentuk pendidkan
atau pelatihan yang diberikan secara teroganisasi dan berjenjang baik yang
bersifat umum maupun yang bersifat khusus.
2) Pendidkan informal adalah pendidkan atau pelatihan
yang terdapat didalam kelaurga atau masyarakat dalam bentuk tidak
terorganisasi.
3) Pendidkan nonformal adalah segenap latihan yang
diberiakan secara terorganisasi di luar pendidikan formal.
b. Jenis
pendidikan
Adalah pendidikan yang
dikelompok sesuai dengan sifat dan tujuannya. Jenis pendidkan yang dimaksud
adalah pendidkan akademis, pendidikan eklektik, pendidikan kesehatan,
pendidikan liberal, pendidikan profesional
dan sebagainya
c. Jenjang pendidikan.
Adalah tahap dalam
pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat pengembangan peserta didik. Yang termasuk jenjang
pendidikan sekolah terdiri dari
pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
1) Pendidikan Dasar
Merupakan pendidikan sembilan tahun, terdiri dari pendidkan
6 tahun Sekolah Dasar (SD) dan program pendidikan 3 tahun di Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama (SLTP). Pendidikan
Dasar merupakan pendidikan minimun (terendah) yang diwajibkan bagi semua warga
negara.
2) Pendidikan Menengah
Merupakan lanjutan bagi lulusan pendidikan dasar yang
mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan siswa
3)
Pendidikan tinggi
Pendidikan
pada jenjang yang lebih tinggi daripada pendidikan menengah di jalur pendidikan
sekolah dan merupakan kelanjutan
pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk pesera didik menjadi anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan akademik atau profesi yang dapat menerapkan,
mengembangkan atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian
(Andika, 2011).
d. Pengaruh pendidkan terhadap kejadian
hiperemesis gravidarum
Semua
ahli kesehatan masyaralat dalam membicarakan status kesehatan mengacu pada H.L.Blum
bahwa salah satu yang mempengaruhi derajat kesehatan adalah pendidikan yang
memadai, sehingga pendidikan merupakan factor usaha untuk mengubah perilaku
kesehatan.
Sesuai
dengan teori bahwa salah satu penyebab hiperemesis gravidarum adalah faktor psikologis
yaitu apakah ibu mampu atau dapat menerima kehamilannya dan apakah ibu mampu
beradaptasi dengan perubahan fisik dan psikologis dalam kehamilannya.
Tingkat pendidikan yang memadai merupakan dasar
pengembangan daya nalar seseorang untuk memudahkan menerima informasi
dan motivasi, termasuk segala perubahan
yang terjadi dalam kehamilan sehingga ibu dapat beradaptasi dengan perubahan
tersebut dan meninimalkan kejadian hiperemesis gravidarum.
- Umur Ibu
Umur ibu mempunyai pengaruh yang erat dengan
perkembangan alat reproduksi. Hal ini berkaitan dengan keadaan fisiknya dari
organ tubuh ibu di dalam menerima kehadiran dan mendukung perkembangan janin.
Seorang wanita memasuki usia perkawinan atau mengakhiri fase tertentu dalam
kehidupannya yaitu umur repoduksi dan mempunyai pengaruh yang erat dengan
reproduksi wanita (Jurnal, 2011).
Umur reproduksi yang sehat dan aman adalah
umur 20-35 tahun. kehamilan diusia kurang 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat
menyebabkan hiperemesis karena pada kehamilan diusia kurang 20 secara biologis
belum optimal emosinya, cenderung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah
mengalami keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan
kebutuhan zat-zat gizi selama kehamilanya. sedangkan pada usia 35 tahun terkait
dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang
sering menimpa di usia ini (Jurnal, 2012).
Hiperemesis Gravidarum di bawah umur 20 tahun
lebih di sebabkan oleh karena belum cukupnya kematangan fisik, mental dan
fungsi sosial dari calon ibu tentu menimbulkan keraguan jasmani cinta kasih
serta perawatan dan asuhan bagi anak yang akan di lahirkannya. Hal ini
mempengaruhi emosi ibu sehingga terjadi konflik mental yang membuat ibu kurang
nafsu makan. Bila ini terjadi maka bisa mengakibatkan iritasi lambung yang
dapat memberi reaksi pada impuls motorik untuk memberi rangsangan pada pusat
muntah melalui saraf otak kesaluran cerna bagian atas dan melalui saraf spinal
ke diafragma dan otot abdomen sehingga terjadi muntah (Jurnal, 2012).
Sedangkan Hiperemesis Gravidarum yang terjadi
diatas umur 35 tahun juga tidak lepas dari faktor psikologis yang di sebabkan
oleh karena ibu belum siap hamil atau malah tidak menginginkan kehamilannya
lagi sehingga akan merasa sedemikian tertekan dan menimbulkan stres pada ibu .
Stres mempengaruhi hipotalamus dan memberi rangsangan pada pusat muntah otak
sehingga terjadi kontraksi otot abdominal dan otot dada yang disertai dengan
penurunan diafragma menyebabkan tingginya tekanan dalam lambung, tekanan yang
tinggi dalam lambung memaksa ibu untuk menarik nafas dalam-dalam sehingga
membuat sfingter esophagus bagian atas terbuka dan sfingter bagian bawah berelaksasi
inilah yang memicu mual dan muntah (Jurnal, 2012).
- Umur Kehamilan
Umur kehamilan adalah lamanya ibu hamil
terhitung mulai dari hari pertama haid terakhir yang di hitung dalam minggu
yang tercantum dalam status ibu. Perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya
hormon estrogen oleh karena keluhan ini lebih sering terjadi pada trimester
pertama dan berlanjut sampai trimester ke dua.
Mual dan muntah biasanya di mulai pada minggu
9- 10 puncaknya terjadi pada minggu 12- 14 dan biasanya berakhir pada minggu 12- 14, dan hanya 1- 10 % kehamilan kejadian
hiperemesis gravidarum berlanjut sampai minggu 20- 22 (Prawirohardjo S, 2009).
F.
KERANGKA KONSEPTUAL
a. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti
Mual
dan muntah merupakan salah satu perubahan fungsi pencernaan yang paling sering
terjadi pada kehamilan muda. Mual biasanya terjadi pada pagi hari, bisa setiap
saat dan malam hari. Gejala-gejala ini kurang lebih terjadi 6 minggu setelah
hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama sekitar 10 minggu.
Beberapa faktor predisposisi
penyebab hiperemesis gravidarum adalah faktor psikologis seperti :
1. Pendidikan
Pendidikan yang memadai memudahkan seseorang untuk
menerima informasi dan motivasi tentang kehamilannya sehingga mereka mampu
beradaptasi dengan perubahan fisik dan psikologis.
2. Umur Ibu
Umur ibu untuk reproduksi sehat
antara umur 20-35 tahun sehingga meminimalkan risiko hiperemesis gravidarum
karena ibu secara fisik da psikologis dapat beradaptasi dengan kehamilannya.
3. Usia Kehamilan
Pada trimester pertama (0-12
minggu) frekwensi hiperemesis gravidarum lebih meningkat dan hanya 1- 10 % kehamilan
kejadian hiperemesis gravidarum berlanjut sampai minggu 20- 22.
b. Bagan Kerangka Konsep
Keterangan
=
Variabel independen
= Variabel dependen
=
Variabel yang diteliti
c. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif
1.
Hiperemesis
gravidarum adalah muntah yang terjadi pada awal kehamilan, semua yang dimakan
maupun diminum dimuntahkan yang berlangsung sampai usia kehamilan 20 minggu
sehingga menganggu aktifitas ibu sehari-hari dengan kriteria objektif:
Ya : jika ibu mual dan muntah dan
menganggu aktifitas
sehari-hari
Tidak : jika mual dan muntah tetapi tidak menganggu
aktifitas
sehari-hari
2.
Pendidikan ibu adalah jenjang pendidikan formal terakhir
yang ditamatkan oleh ibu hamil dan memiliki ijasah dari pendidikan tersebut,
sebagaimana yang didapatkan pada saat penelitian dengan kriteria objektif:
a.
Rendah : jika ibu hanya
menyelesaikan sampai pada
tingkat SLTP atau dasar
b.
Tinggi : jika ibu menyelesaikan SMA keatas
3.
Umur dalam penelitian ini adalah lama waktu hidup atau
sejak dilahirkan sampai pada saat ibu hamil dan tercatat/tertera dalam register
kebidanan dengan kriteria:
a.
Risiko rendah :
jika umur ibu 20-35 tahun
b.
Risiko tinggi
: jika umur ibu <20 dan="" tahun="">35 tahun 20>
4. Umur
kehamilan adalah lamanya ibu hamil terhitung mulai dari hari pertama haid terakhir yang di hitung dalam
minggu yang tercantum dalam register kebidanan:
a.
Trimester
I : jika umur kehamilan 0 – 12 minggu.
b.
Trimester
II : jika umur kehamilan > 12 minggu – 24 minggu.
c.
Trimester
III : jika umur kehamilan > 24 minggu – 42 minggu.
G.Hipotesis
Penelitian
1.
Hipotesis
Alternatif (Ha)
a.
Ada pengaruh penurunan minat lansia
terhadap kejadian
hiperemesis dengan gizi ibu hamil di RSUD Kab.Wajo
2.
Hipotesis
Nol (Ho)
a. Tidak ada pengaruh penurunan minat lansia
terhadap kejadian
hiperemesis dengan gizi ibu hamil di RSUD Kab.Wajo
H.METODE PENELITIAN
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, yang
dimaksudkan untuk mendapatkan Gambaran
Kejadian Hiperemesis Gravidarum Di Rumah Sakit
Umum Daerah Lamaddukelleng Kabupaten Tahun 2013.
b. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum
Daerah Lamaddukelleng
Kabupaten Wajo.
2. Waktu penelitian akan
dilakasanakan pada bulan juli 2014.
I.Populasi dan
Sampel
1. Populasi adalah keseluruhan
subjek penelitian, populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil yang datang memeriksakan
kehamilannya di Rumah
Sakit Umum Daerah
Lamaddukelleng Tahun
2013 sebanyak 1.653.
2.
Sampel adalah sebagian dari populasi
atau wakil dari populasi, sampel dalam
penelitian ini adalah semua ibu hamil yang dirawat dengan diagnosa hiperemesis
garvidarum di Rumah Sakit Umum Daerah Lamaddukelleng
Tahun 2013 pada
tahun 2013 sebanyak sebanyak 44 orang.
J.Tehnik
Pengambilan Sampel
Sampel ditarik dari populasi dengan cara purposive
sampling yaitu
pengambilan sampel yang dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian yaitu ibu
yang mengalami hiperemesis gravidarum.
K.Tehnik Pengumpulan Data dan Pengolahan Data
Pengumpulan data dengan menggunakan data sekunder yaitu mengambil data
catatan dari rekam medik sesuai dengan variabel penelitian.
L.Analisa Data
Data yang telah dioleh selanjutnya dianalisis untuk
mengetahui presentase dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi
yang disertai dengan penjelasan dengan
rumus sebagai berikut:
f
P = x 100%
n
Keterangan
P = Persentase
kasus
f = Frekuensi variabel penelitian
n = Jumlah sampel (Budiarto,
2004, hal 137)
Blogger Comment
Facebook Comment