HUBUNGAN ANTARA ROOMING IN DENGAN KEMANDIRIAN IBU DALAM MENYUSUI
BAYINYA DI KELURAHAN
WIRINGPALENNAE KECAMATAN TEMPE
KABUPATEN WAJO
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan
salah satu aspek dari kehidupan masyarakat mutu hidup, produktifitas, tenaga
kerja, angka kesakitan dan kematian yang tinggi pada bayi dan anak-anak.
Menurunnya daya kerja fisik serta terganggunya perkembangan mental adalah
akibat langsung atau tidak langsung dari masalah gizi kurang. Dalam pembangunan
bangsa, peningkatan kualitas manusia harus dimulai sedini mungkin, yaitu sejak masih bayi. Salah satu faktor yang memegang
peranan penting dalam peningkatan kualitas manusia adalah pemberian Air Susu
Ibu (ASI), semaksimal mungkin merupakan kegiatan penting dalam pemeliharaan
anak dan persiapan generasi penerus di masa depan.
ASI (Air
Susu Ibu) merupakan sumber gisi yang sangat
ideal dengan komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan
pertumbuhan bayi. ASI (Air Susu Ibu) adalah makanan bayi yang paling sempurna,
baik kualitas maupun kuantitasnya karna ASI (Air Susu Ibu) merupakan sumber
gisi yang sangat ideal dengan komposisi seimbang dan sesuai dengan kebutuhan
pertumbuhan bayi. (Dr.Taufan Nugroho,MPH dkk. 2014 : 16).
1
|
United Nations Childre’s fund (UNICEF)
menyatakan sebanyak 10 juta kematian anak balita di dunia dalam setiap tahunnya
dan 30.000 kematian bayi di Indonesia bisa dicegah melalui pemberian ASI (Air
Susu Ibu) secara ekslusif selama enam bulan sejak kelahirannya, tanpa harus
memberikan makanan serta minuman tambahan kepada bayi.
Menurut Dirjen Bima Kesehatan Masyarakat,menyatakan bahwa pemberian ASI
(Air Susu Ibu) pada 30 menit pertama bayi baru lahir hanya 8,3%,4-36% pada satu
jam pertama bayi baru lahir,3,7% bayi yang memperoleh ASI (Air Susu Ibu) pada
hari pertama (Aprilia Y, 2010 : 4)
Menurut Menteri
Kesehatan, tahun 2011 diperkirakan 15.000 ibu
bersalin dan 10.000 bayi baru lahir akan meninggal bila tidak segera
dilaksanakan gerakan yang terpadu. Selain itu, bila setiap ibu hamil mempunyai
status imunisasi tetanus lengkap
serta setiap bayi baru lahir mendapat Air Susu Ibu (ASI) pada 1 jam pertama dan
dilanjutkan dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI) ekslusif selama 6 bulan, maka
penyelamatan jika baru lahir akan
bertambah 14.000 setiap tahunnya. (Depkes RI, 2009).
Di beberapa Rumah Sakit di Indonesia seperti di Rumah SakitCipto
Mangunkusumo Jakarta, frekuensi bendungan Air Susu Ibu (ASI) sekitar 2,3 %, Luat A Siregar di Medan 3%, Rumah Sakit Umum Soetomodi
Surabaya 4% dan Rumah Sakit Umum Djamhoer Martadisoebrata di Bandung 3,7%.
Rooming In adalah
menempatkan bayi dengan ibunya dalam satu tempat meski berbeda tempat tidur (rawat
gabung antara ibu dan bayi), jarak ibu dan bayinya jadi berdekatan sehingga
memungkinkan ibu untuk memperhatikan bayinya. (Varney, 2011:37).
Data dari pencatatan dan pelaporan dinas kesehatan
provinsi Sulawesi Selatan
didapatkan jumlah bayi pada tahun
2010 sebanyak 878 orang dan yang mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) ekslusif sekitar 60,20%.
Data yang diperoleh dari rekam medik dan buku register
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Wajo Tahun
2012 tercatat jumlah ibu yang melahirkan
sebanyak 1020 orang, dan tercatat 27 orang ibu
melahirkan di Kelurahan Wiringpalennae Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo dan
terdapat 15 orang ibu yang menyusui bayinya.
Berdasarkan masalah-masalah yang dikemukakan
diatas, maka penulis merasa tertarik untuk mengambil judul “Hubungan Antara
Rooming In dengan Kemandirian Ibu Dalam Menyusui Bayinya di Kelurahan Wiringpalennae
Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo”.
B.
Rumusan
Masalah
Bagaimanakah Hubungan
Antara Rooming In dengan Kemandirian Ibu Dalam Menyusui Bayinya di Kelurahan
Wiringpalennae Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo?
C.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui hubungan antara Rooming In dengan kemandirian ibu dalam menyusui
Bayinya di Kelurahan Wiringpalennae Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo.
2. Untuk mengetahui hubungan antara Rooming In dengan kemandirian ibu menurut paritas, pendidikan, dan umur ibu di
Kelurahan Wiringpalennae Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo.
D.
Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Sebagai
salah satu sumber informasi dan memperkaya wawasan ilmu pengetahuan dan bahan
acuan bagi peneliti selanjutnya.
2. Manfaat
Praktis
Melengkapi
informasi bagi pihak pengambil kebijakan dalam menyusun dan merencanakan
berbagai program tindakan yang lebih berdaya guna dalam upaya memberikan
masukan tentang kemandirian dalam menyusui.
E. Tinjauan
Pustaka
1. Tinjauan
Masa Nifas
a.
Pengertian
masa nifas
1)
Masa nifas (puerperium) adalah dimulai setelah
partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu. Akan tetapi, seluruh
alat genital baru pulih kembali
seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan. (Prawirohardjo, 2010:237).
2)
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai
dari persalinan selesai hingga alat-alat kandungan kembali seperti prahamil (Bahiyatun,
2009:2).
b.
Tujuan asuhan
masa nifas
Adapun tujuan pelaksanaan asuhan
masa nifas menurut (Damai Yanti, SST., MM.Kes, 2011:2) adalah:
1)
Menjaga
kesehatan ibu dan bayinya maupun psikologis.
2)
Melaksanakan skinning yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati, atau
merujuk jika terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
3)
Memberikan
pendidikan kesehatan diri, nutrisi, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayi
dan perawatan bayi sehat serta keluarga berencana.
4)
Memberikan
pelayanan kelurga berencana.
c.
Menurut Damai
Yanti, SST., MM.Kes, 2011:2, periode masa nifas terbagi atas :
1)
Puerperium dini, yaitu kepulihan dimana ibu telah
diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
2)
Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6-8 minggu.
3)
Remote puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih
dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mengalami
komplikasi.
d.
Perubahan
fisiologi masa nifas
1) Uterus
Setelah janin dan plasenta lahir, tinggi fundus
uteri kira-kira 2 jari di di bawah pusat.Uterus menyerupai suatu buah advokat gepeng. Pada hari ke-5 post partum uterus kurang lebih setinggi 7 cm di atas simfisis
atau setengah simfisis pusat, sesudah
12 hari uterus tidak dapat diraba
lagi di atas simfisis. Satu minggu post partum berat uterus akan menjadi ± 500 gram, 2 minggu post partum menjadi 300 gram, dan setelah 6 minggu post partum menjadi 40 sampai 60 gram
(berat uterus normal ± 30 gram). (Prawirohardjo, 2009:237-238).
2) Serviks
Perubahan-perubahan yang terjadi pada serviks ialah bentuk serviks agak menganga seperti
corong.Bentuk ini disebabkan oleh korpus
uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga seolah-olah ada pembatasan
antara korpus dan serviks uterus terbentuk semacam
cincin.Warna serviks sendiri merah
kehitam-hitaman karena
penuh pembuluh darah, dan konsistensinya lunak.Setelah 2 jam hanya dapat
dimasukkan 2-3 jari, dan setelah satu minggu hanya dapat dimasukkan 1 jari ke
dalam cavum uteri. (Damai Yanti, SST., MM.Kes. 2011:57).
3)
Lokhia (Prawirohadjo, 2008:241)
Lokhia adalah sekret yang berasal dari cavum uteri
dan vagina dalam masa nifas, yang terdiri dari:
a)
Lokhia rubra atau lokhia
kruenta
1.
Keluar pada
hari pertama dan kedua
2. Terdiri atas darah segar bercampur sisa-sisa
selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo,
dan
mekonium.
b) Lokhia
sanguilenta
1.
Keluar pada
hari ketiga sampai ke tujuh sampai hari
keempat belas
2.
Darah
bercampur lendir
c) Lokhia
serosa
1.
Keluar setelah
hari ketujuh sampai hari ke empat belas
2.
Lokhia cair tidak berdarah lagi dan biasanya berwarna agak kuning
d) Lokhia
alba
1.
Keluar setelah
2 minggu post partum.
2.
Lokhia hanya merupakan cairan putih, biasanya
berbau agak sedikit amis. Kecuali jika terdapat infeksi maka lokhiaakan berbau busuk.
e.
Menurut Dian
Sundawati,SST. (2011:72) perubahan psikologi pada ibu nifas terbagi
sebagai berikut :
1)
Fase taking in
Tahap penerimaan (ketergantungan) fase ini
terjadi pada hari 1-2 setelah melahirkan, ibu masih pasif dan masih fokus
terhadap tubuhnya, dan lebih mengingat pengalaman melahirkan.
2)
Fase taking hold
Pada tahap ini ibu sudah berkonsentrasi pada
kemampuannya sebagai ibu, sudah mulai merawat bayinya, sudah mulai
memperhatikan fungsi tubuh dan daya tahan tubuhnya, tetapi masih memerlukan
dorongan dan bimbingan dari kelurga dan bidan.Fase ini biasanya terjadi pada
3-4 hari setelah melahirkan.
3)
Fase letting go
Periode
ini dialami setelah ibu pulang kerumah, dan sudah menerima tanggung jawab
sebagai ibu.
f.
Perawatan masa
nifas
1)
Rawat gabung
Adalah suatu sistem perawatan
ibu dan anak bersama-sama atau pada tempat yang berdekatan sehingga
memungkinkan sewaktu-waktu, setiap saat, ibu tersebut dapat menyusui anaknya
(Soetjiningsih, 1997:97)
Pada prinsipnya syarat-syarat
rawat gabung adalah dimana si ibu mampu menyusui dan si bayi mampu menyusui. Kemampuan si ibu untuk menyusui dimulai
dengan keinginan dan kesediaan yang berupa motivasi dari ibu sendiri untuk
menyusui. (Prawirohardjo,
2008:268).
a)
Pemeriksaan
umum (Manuaba, 2010:194),
meliputi:
1.
Kesadaran
pasien
2.
Keluhan yang
dirasakan setelah persalinan
b)
Pemeriksaan
khusus (Manuaba, 2010:194),
meliputi:
1.Fisik: tekanan darah, nadi, dan suhu
2.
Uterus: tinggi fundusuteri dan kontraksi uterus
3. Payudara:
puting susu
4.
Pengeluaran lokhia: lokhia rubra, lokhia saguinolenta
5.
Luka jahitan episiotomy: apakah baik atau terbuka,
dan apakah terdapat tanda-tanda infeksi (merah, bengkak, berbau, demam, dan fungsiolesa).
Pemeriksaan khusus Pasien
dengan persalinan yang normal, lancar, dan spontan dapat dipulangkan setelah
mencapai keadaan baik dan tidak ada keluhan.Pasien dipulangkan setelah 2 sampai
3 hari dirawat (Manuaba, 2010:194).
2)
Tinjauan
Khusus Tentang Rooming In Dengan
Kemandirian ibu Dalam Menyusui Bayinya.
a)
Pengertian
1.
Rooming In atau Rawat gabung merupakan suatu sistem
perawatan dimana ibu dan bayi di asuh dalam 1 unit ataukamar
bayi selalu berada
disamping ibu sejak lahir. Hal ini dilaksanakan hanya pada ibu dan bayi yang
sehat. (Sarwono, 2009:70).
2.
Rawat
gabung merupakan salah satu cara yang
dapat dilakukan agar antara ibu dan bayi terjalin proses lekat (early infant mother bounding) akibat
sentuhan badan antara ibu dan bayinya. (Siti Nunung Nurjanah, S.ST, 2013:42).
3.
Rooming In adalah menyatukan ibu dengan bayinya dalam satu kamar, agar ibu dan
bayi terjalin suatu hubungan bathin dan ibu bisa menjadi lebih dekat dengan bayinya.
(Prawirohardjo,
2010:27).
4.
Rooming In adalah menempatkan bayi dengan ibunya dalam satu tempat meski berbeda
tempat tidur, jarak ibu dan bayinya jadi berdekatan sehingga memungkinkan ibu untuk memperhatikan bayinya. (Varney, 2011:93).
b)
Gambaran
klinik
Rooming In dilakukan
agar ibu dan bayi yang baru lahir tidak dipisahkan, melainkan di tempatkan
dalam satu tempat agar ibu mudah menjangkau kapan saja bayinya membutuhkannya.
(Prawirohardjo, 2008:70).
Bayi dapat diletakkan di tempat
tidur bersama dengan ibunya, atau dalam boks samping tempat tidur ibunya, yang
penting ibu bisa melihat dan mengawasi bayinya. Tangisan rangsangan sendiri bayi merupakan rangsangan sendiri bagi ibu
untuk membantu produksi Air Susu Ibu (ASI). Bila ibu dan bayi sudah
diperbolehkan pulang, dapat diberikan penyuluhan tentang cara merawat bayi, payudara dan cara menyusui yang benar
sehingga ibu di rumah mandiri dan terampil melakukan rawat gabung serta
menyusui bayinya setiap saat.
(Linda Wheeler, 2012:181).
c)
Tujuan
1. Agar ibu dapat menyusui bayinya sedini
mungkin kapan saja dibutuhkan.
2.
Agar ibu dapat
melihat dan memahami dalam merawat bayinya.
3.
Agar ibu bisa
belajar mandiri dalam merawat dan menyusui
bayinya.
4.
Agar ibu
mendapatkan kehangatan emosional karena ibu dapat kontak dengan ibunya.
d)
Syarat- syarat
Bayi dan ibu yang di rawat
gabung harus memenuhi syarat sebagai
berikut :
1.
Lahir spontan,
baik presentase kepala maupun bokong.
2.
Bila lahir
dengan tindakan, maka rawat gabung dilakukan setelah bayi cukup sehat, reflex
menghisap baik, tidak ada tanda infeksi dan sebagainya.
3.
Bayi yang dilahirkan
dengan secsio cesarea dengan anastesis umum, rawat gabung dilakukan setelah
ibu dan bayi
sadar penuh.
4.
Bayi tidak asfiksia setelah lima menit pertama
5.
Umur 37 minggu
atau lebih.
6.
Bayi dan ibu
sehat(Suradi Ruling, 2003:3).
e)
Kontra
indikasi
Rawat gabung tidak boleh diberikan pada ibu
dan bayi yang mengalami :
1.
Bayi yang premature
2.
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
3.
Bayi dengan
cacat bawaan berat, misalnya hedrosephalus,
maningokel, anansefali, atresia ani, omfalekol, dan sebagainya.
4.
Ibu dengan
infeksi berat, misalnya sepsis, dan sebagainya.
(Varney, 2008:121)
f)
Posisi Menyusui yang Benar
Posisi Menyusui yang Benar
Gambar 1. Posisi mulut bayi pada saat
menyusu
Cara menyusui yang baik apakah dengan cara duduk atau berbaring.
Gambar 2. Posisi menyusui pada saat duduk
dan berbaring
g)
Langkah-langkah
mengeluarkan Air Susu Ibu (ASI):
1. Topang payudara dengan satu tangan.
2.
Gunakan ibu
jari dan jari telunjuk atau jari tengan yang lain dan tempatkan menyilang
terhadap satu sama lain pada sisi yang berlawanan
pada putting di batas luar areola(sinus laktiferus terletak di area bawah
tepi luar areola).
3.
Dengan
menggunakan gerakan memerah, tekan ke belakang (menjauh dari areola), kemudian ke dalam (turun ke
dalam jaringan), kemudian ke depan (ke arah puting),
dan kemudian lepaskan tekanan.
4.
Beri tekanan
perlahan tapi mantap. Tekanan yang tidak perlu menyebabkan trauma jaringan,
tetapi tekanan harus cukup kuat untuk mengompresi sinus.
5.
Amati untuk
melihat butiran kolostrum atau air
susupada permukaan puting, yaitu
tempat muara duktus berada. Ibu
mungkin tidak melihat butiran klostrum
atau air susu ketika pertama kali melakukan pemerahan. Namun, setelah melakukan
tekanan berulang-ulang, semua duktus
segera mengalir bebas dan ibu tidak hanya melihat kolostrum atau air susu, tetapi dia akan merasakan aliran kecil
pada setiap gerakan memerah.
6.
Dengan
perlahan bersihkan kolostrum atau
susudari permukaan puting dengan kain bersih.
7.
Sesuai metode,
gerakkan ibu jari dan jari mengelilingi areola,
ulangi langkah 2 sampai 5 untuk masing-masing lokasi.
8.
Ketika pertama
kali memerah Air Susu Ibu (ASI), lakukan gerakan memerah tidak lebih dari 2
kali untuk masing-masing payudara agar tidak membuat trauma jaringan, memerah Air Susu Ibu (ASI)
dapat dilakukan sampai aliran kolostrum
atau susu berhenti.
(Kapita selekta kedokteran, edisi 3, jilid
1, 1999:323).
2. Tinjauan
Umum Tentang Variabel
yang Diteliti
a.
Paritas (jumlah
kelahiran)
Paritas adalah
banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang wanita. (BKKBN, 2010). Paritas diklasifikasikan
sebagai berikut :
1) Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak
yang cukup besar untuk hidup di dunia luar.
2)
Multipara adalah wanita
yang telah melahirkan seorang anak lebih dari satu kali. (Prawirahardjo. 2009:66).
3)
Grandemultipara adalah wanita
yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih dan biasanya mengalami penyulit
dalam kehamilan dan persalinan. (Manuaba, 2010:89).
Wanita dengan jumlah paritas 1 lebih belum
berpengalaman dalam menyusui, hal ini
disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu, ketidaktahuan ibu mengenai posisi menyusui yang benar, serta pengalaman
mereka lebih sedikit dibandingkan dengan seorang ibu yang telah melahirkan
beberapa kali (paritas>1).
(Rustam
Mochtar, 2005:37).
b. Pendidikan
Di dalam bukunya “Pendidikan dan Perilaku Kesehatan”, mengemukakan bahwa pendidikan secara umum adalah
segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu
maupun kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan
oleh pelaku pendidikan.
(Notoadmodjo. 2010:16)
Tingkat pendidikan erat
kaitannya dengan pengetahuan pada seseorang. Kurangnya kemandirian dan pengetahuanibu tentang
manfaat Air Susu Ibu (ASI) dan menyusui menyebabkan ibu-ibu mudah terpengaruh
dan beralih pada susu botol (susu formula), sehingga ibu tidak menyusui bayinya
dan terjadilah bendungan Air Susu Ibu (ASI). Hal ini karena seorang ibu yang berpendidikan
tinggi akan memiliki pengetahuan yang luas serta memiliki kemampuan untuk
menerima informasi lebih tinggi.
c. Umur Ibu
Umur ibu
berkaitan erat dengan kemandirian seseorang. Kurangnya kemandirian dan pengetahuan ibu
tentang manfaat Air Susu Ibu (ASI) dan menyusui menyebabkan ibu-ibu mudah terpengaruh
dan beralih pada susu botol (susu formula), sehingga ibu tidak menyusui
bayinya. Hal ini karena seorang ibu yang
masih mudah belum memiliki pengetahuan
yang luas serta belum memiliki kemampuan untuk menyusui bayinya lain halnya dengan ibu yang
sudah agak tua sudah memiliki kemandirian untuk menyusui. (Manuaba, 2010:79).
F. Kerangka
Konseptual
1. Dasar
Pemikiran Tentang Variabel Yang
Diteliti
Rooming
In atau Rawat gabung
merupakan suatu sistem perawatan dimana ibu dan bayi di asuh dalam 1 unit atau kamar
Bayi selalu berada disamping ibu sejak lahir. Hal ini dilaksanakan hanya
pada ibu dan bayi yang sehat.
(Sarwono, 2009:157).
Untuk memudahkan
pemahaman tentang keterkaitan antara variabel-variabel penelitian, berikut diuraikan
secara sistematis :
a)
Paritas (jumlah
kelahiran)
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai
oleh seorang wanita. Paritas diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak
yang cukup besar untuk hidup di dunia luar.
2) Multipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak
lebih dari satu kali.
3) Grandemultipara adalah wanita yang
telah melahirkan 5 orang anak atau lebih dan biasanya mengalami penyulit dalam
kehamilan dan persalinan.
Wanita dengan jumlah
paritas 1 lebih belum
berpengalaman dalam menyusui, hal
ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu, ketidaktahuan ibu mengenai posisi menyusui yang benar, serta pengalaman
mereka lebih sedikit dibandingkan dengan seorang ibu yang telah melahirkan
beberapa kali (paritas >1).
b) Pendidikan
Tingkat pendidikan erat
kaitannya dengan pengetahuan pada seseorang. Kurangnya kemandirian dan pengetahuan ibu
tentang manfaat Air Susu Ibu (ASI) dan menyusui menyebabkan ibu-ibu mudah
terpengaruh dan beralih pada susu botol (susu formula), sehingga ibu tidak
menyusui bayinya dan terjadilah bendungan Air Susu Ibu (ASI). Hal ini karena seorang ibu yang berpendidikan
tinggi akan memiliki pengetahuan yang luas serta memiliki kemampuan untuk menerima
informasi lebih tinggi.
c)
Umur Ibu
Umur ibu berkaitan erat dengan kemandirian seseorang. Kurangnya kemandirian dan pengetahuan ibu
tentang manfaat Air Susu Ibu (ASI) dan menyusui menyebabkan ibu-ibu mudah
terpengaruh dan beralih pada susu botol (susu formula), sehingga ibu tidak
menyusui bayinya. Hal ini karena seorang
ibu yang masih mudah belum
memiliki pengetahuan yang luas serta
belum memiliki kemampuan untuk menyusui bayinya lain halnya dengan ibu yang
sudah agak tua sudah memiliki kemandirian untuk menyusui.
2. Bagan
Kerangka Konsep
1.
Paritas
2.
Pendidikan
3.
Umur Ibu
|
Kemandirian
Dalam
Menyusui
|
Keterangan :
: Variabel Yang Diteliti
: Variabel Independent
: Variabel
Dependent
3. Definisi
Operasional dan Kriteria Objektif
Rooming
In adalah menempatkan bayi
dengan ibunya dalam satu tempat meski berbeda tempat tidur, jarak ibu dan
bayinya jadi berdekatan sehingga memungkinkan ibu untuk memperhatikan bayinya.
Dikategorikan dalam:
1)
Rawat Gabung : Apabila
bayi lahir kategori normal, diberi kode 0.
2)
Tidak Rawat
gabung : Apabila bayi lahir dengan kategori tidak normal, diberi kode 1.
a) Paritas
Paritas adalah
banyaknya kelahiran hidup yang di punyai oleh seorang wanita yang datanya
tercatat lengkap di Kelurahan Wiringpalennae Kecamatan
Tempe Kabupaten Wajo.
Kriteria
Objektif
1)
Primipara : Anak 1 diberi kode 0.
2)
Multipara : Anak >1 diberi kode 1.
b)
Pendidikan
Yang dimaksud dengan pendidikan adalah jenjang pendidikan
formal yang pernah diikuti oleh ibu post
partum dengan memiliki ijazah yang datanya tercatat menurut hasil penelitian di Kelurahan
Wiringpalennae Kecamatan Tempe
Kabupaten Wajo.
Kriteria
Objektif.
1) Tinggi : Jika ibu telah
menyelesaikan pendidikan hingga tingkat SMA dan sederajat ke atas, diberi kode 0.
2) Rendah : Jika ibu telah
menyelesaikan pendidikan hanya sampai tingkat SMP dan sederajat ke bawah, diberi kode 1.
c)
Umur ibu
Umur ibu adalah lamanya hidup seseorang ibu mulai sejak lahir di dunia
sampai pada waktu melahirkan anaknya yang dinyatakan dalam tahun kalender.
Kriteria Objektif:
1)
Resiko Rendah : Bila
umur ibu 20 - 35 tahun, diberi kode 0.
2)
Resiko Tinggi : Bila
umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
tahun, diberi kode 1.
G. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang akan diuji dalam Penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Hipotesis Nol (Ho) dengan rumusan sebagai berikut :
a. Tidak ada hubungan Rooming In antara tingkat paritas ibu dengan kemandirian ibu dalam menyusui.
b. Tidak ada hubungan Rooming In antara tingkat pendidikan ibu dengan kemandirian ibu dalam menyusui.
c. Tidak ada hubungan Rooming In antara tingkat umur ibu dengan kemandirian ibu dalam menyusui.
2. Hipotesis Alternatif (Ha)
a. Ada hubungan Rooming In antara tingkat paritas ibu dengan kemandirian ibu dalam menyusui.
b. Ada hubungan Rooming In antara tingkat pendidikan ibu dengan kemandirian ibu dalam menyusui.
c. Ada hubungan Rooming In antara tingkat umur ibu dengan kemandirian ibu dalam menyusui.
H. Metode Penelitian
1. Jenis
penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif
dengan pendekatan cross-sectional
untuk mengetahui hubungan antara rooming
in dengan kemandirian ibu dalam menyusui bayinya di Kelurahan Wiringpalennae
Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo.
2. Lokasi dan Waktu penelitian
a. Tempat
Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di kelurahan Wiringpalennae Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo, dengan alasan untuk meningkatkan pemberian Air Susu Ibu (ASI)
ke bayi setelah lahir hingga berumur 6
bulan.
b.
Waktu
Penelitian
Penelitian ini akan
dilaksanakan pada bulan Oktober-November tahun 2014.
3.
Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi pada Penelitian ini adalah semua ibu nifas
atau ibu melahirkan, dan
terdapat 27 ibu melahirkan, yang ada di Kelurahan
Wiringpalennae Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo.
b. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah semua ibu melahirkan yang
menyusui bayinya atau memberi Air Susu Ibu (ASI) pada bayinya,
jumlah ibu yang menyusui di Kelurahan Wiringpalennae Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo sebanyak 15 orang.
Pengambilan sampel secara
purposive sampling didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh
peneliti sendiri, berdasarakan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah
diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2010:124). Pengambilan sampel dilakukan secara non random sampling dengan tehnik
pengambilan sample yaitu dengan metode purposive sampling.
Adapun kriteria inklusi dan
eksklusi adalah sebagai berikut :
a. Kriteria eksklusi
adalah ibu yang sudah melahirkan dan tidak menyusui bayinya yang di Kelurahan Wiringpalennae sebanyak 12 orang.
b. Kriteria inklusi
adalah ibu yang sudah melahirkan dan menyusui bayinya yang ada di Kelurahan Wiringpalennae sebanyak 15 orang.
4. Tekhnik
Pengumpulan Data
Data yang diolah dalam penelitian ini terdiri
dari:
a. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan dalam proses
penelitian melalui wawancara dengan para responden yang menjadi objek
penelitian dengan menggunakan kuesioner.
b. Data Sekunder
Data
sekunder adalah data
yang diperoleh dari Puskesmas setempat yang meliputi data jumlah ibu.
Data yang
diperoleh dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis menggunakan komputer dengan menggunakan bantuan SPSS (Statistic Product and Service Solution).
Agar analisis penelitian menghasilkan informasi yang benar, paling tidak ada
tiga tahapan dalam pengolahan data yang harus dilalui :
a. Edit (Editing)
Editing atau
penyuntingan dimulai dilakukan pada saat penelitian yakni memeriksa semua lebar
kuesioner yang telah diisi mengenai kekurangan dan cara pengisian, kemudian
setelah data terkumpul dilakukan pemeriksaan lengkap data dan keseragaman data.
b. Pengkodean (Coding)
Koding yaitu
mengklasifikasi jawaban dari responden menurut macamnya dilakukan untuk
memudahkan pengolahan data yaitu memberi kode atau symbol dari setiap jawaban.
c. Tabulasi (Tabulating)
Tabulasi adalah
mengelompokkan data dalam bentuk tabel yaitu hubungan antara variable
independent dan dependen. Setelah itu data di analisis dengan menggunakan
kalkulator dan komputer untuk
mendapat distribusi frekuensi dan proporsi responden menurut variabel yang
diteliti dan disajikan dalam bentuk naskah dan tabel.
5.
Analisis Data
Metode analisis data yang dilakukan adalah sebagai
berikut :
a. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap
variabel dari hasil penelitian dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi
sehingga menghasilkan distribusi dan persentase
dari setiap
variabel penelitian.
b.Analisis Bivariat
Analisis Bivariat dilakukan untuk
mencari hubungan perilaku Rooming
In dengan paritas, Pendidikan dan
Umur, hubungan dengan kemandirian ibu menyusui, dianalisis dengan SPSS dengan
mencari nilai RR pada setiap variabel.
I.
Etika Penelitian (Perlindungan Subjek
Manusia)
Dalam melakukan penelitian, peneliti
memandang perlu adanya rekomendasi dari pihak institusi atas pihak lain dengan mengajukan permohonan izin
kepada instansi tempat penelitian dalam hal ini Kelurahan Wiringpalennae
Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo.
Setelah mendapat
persetujuan barulah dilakukan penelitian dengan menekankan masalah etika
penelitian yang meliputi :
a.
Informed consent (persetujuan
setelah mendapat penjelasan)
Lembar
persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti yang memenuhi
kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan manfaat penelitian. Bila
subjek menolak, maka peneliti tidak akan memaksakan kehendak dan tetap
menghormati hak-hak subjek.
b.
Anonymity (tanpa
nama)
Untuk menjaga
kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden, tetapi lembar
tersebut diberikan kode.
c.
Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok
data tertentu yang dilaporkan sebagai hasil peneliti.
Blogger Comment
Facebook Comment